Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seduhan Teh Terakhir

29 Juli 2023   13:55 Diperbarui: 29 Juli 2023   13:58 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

"Benar, Bu. Kemarin anaknya itu minta gethuk. Awalnya ya tidak apa. Kebetulan dagangan saya masih banyak. Jadi malah baik kalau ada yang mau membawa. Lalu, ternyata itu berulang. Kalau dihitung, sudah puluhan kali begitu. Memangnya saya buat gethuk cuma buat diutangi apa?"

"Kalau begitu, ternyata gulanya minta di tempat saja. Kalau gethuk dan makanan lain di pasar, pasti itu juga gula. Kebetulan, kemarin anaknya datang minta gula katanya," ujar Bu Jarin memanasi keadaan.

"Memang benar sepertinya Bu. Keluarga itu banyak utang. Beberapa hari yang lalu saya menagih utangnya. Katanya pinjam uang untuk biaya sekolah anak. Kalau untuk anak saya beri, tapi untuk hal lain nanti dulu. Ternyata, tidak dapat uang di tempat saya justru bisa mencari ke mana-mana," tambah Bu Dariyem. Perempuan paruh baya itu mengingat kembali jumlah uang yang dipinjam. Sudah banyak, mungkin cukup untuk DP membeli motor.

"Kita minta bantuan Pak RT saja bu. Kalau kita yang menagih, tentu tidak tega. Belum lagi pasti ada saja alasan untuk tidak membayar, padahal dalam utang itu ada hak-hak orang lain. Belum tentu, mereka yang mengutangi itu lebih mampu," sahut Bu RT dengan sinis.

Tak lama, datang suara knalpot motor yang mendekati kerumunan Ibu-Ibu itu. Suara motor tua miliki Jarwo. Jarwo dengan pancing dan topi kesayangannya mendekat.

"Itu siapa?" tanya seorang Ibu yang keasyikan memilih kangkung.

"Pasti itu Jarwo. Sudah disekolahkan sampai utang, malah cuma memancing. Kalau begini, kenapa tidak kita tahan saja dulu," sahut Bu Darmin.

***

"Pak, banyak tetangga mulai meminta uangnya dikembalikan. Utang kita makin banyak hari demi hari," ujar Bu Indri, ibunya Jarwo setelah menghidangkan teh hangat.

Bapaknya Jarwo hanya diam saja. Tangannya kian terampil membuat sangkar burung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun