"Tak sulit mencari orang di masa kini. Apalagi, orang itu punya banyak karya di mana-mana. Lagi pula, setiap tulisannya memang mudah dicari," kata Santi.
Percakapan terus berlanjut hingga Santi mengetahui satu hal tentang sawo. Tak hanya itu, ia juga menjadi marah dan membenci pohon sawo. Ketika bertemu pohon sawo di mana saja. Ada perasaan ingin meludahinya. Santi jadi mengerti kenapa Jarwo begitu menyukai pohon sawo.
***
Jejak langkah terus berjalan. Gereja sawo kembar menjadi tujuan pertama Jarwo dan Harni untuk berpergian. Gereja itu menghadap ke barat. Tepat dua puluh kilometer lagi ada lapangan sawo.
"Kita akan mengunjungi wisata sawo. Semua yang bernama sawo akan kita datangi hari ini," ujar Harni pada Jarwo.
"Kenapa harus sawo ? Aneh saja. Apa hebatnya sawo ?" tanya Jarwo yang masih tak mengerti. Ia heran, kenapa liburan semesteran hanya dipakai untuk mengunjungi tempat bernama sawo.
"Setelah itu. Kita akan membeli bibit sawo. Lalu, tanam di depan rumah. Mungkin bisa juga di pot. Biar bisa dibawa ke mana-mana. Apalagi, aku mau punya rumah banyak," ujar Harni pada Jarwo.
Percakapan itu ternyata menjadi perpisahan antara Harni dan Jarwo. Tak ada yang salah, sebab mereka saling mencintai.
***
Pulang kerja, Santi sudah dipenuhi amarah. Ia kesal, bagaimana mungkin suaminya masih mencintai wanita lain, bahkan ketika sudah menikah dengannya.
Beberapa saat setelah menuju gang rumah, akhirnya Santi sampai rumah. Kini, malah tidak mengenali halaman depan rumahnya. Rimbun penuh pohon, terutama ada bunga warna kuning kesukaannya. Tepat di depannya berdiri Jarwo dengan kotak hadiah, bertuliskan "Selamat ulang tahun, istriku,"