Perkataan istrinya Jarwo itu jelas merupakan sindiran. Jarwo tak membalas, justru malah menatap lukisan sawo di ruang tamu. Berwarna coklat. Seperti mengatakan sesuatu.
"Sawo itu penuh kenangan," gumam Jarwo.
***
Santi kerap bertanya tentang pohon sawo di depan rumah. Ia melakukannya karena pohon sawo itu tampak kering tidak terawat. Jarwo tidak merespon dengan serius. Hari demi hari disibukkan dengan menulis tentang pohon sawo kembar. Tapi, pohon sawo yang dilindunginya malah tidak dirawat.
"Lantas bagaimana kalau pohon sawo di depan rumah itu mati ? Kita butuh pohon di depan rumah. Kalau tidak, cuaca akan makin panas dan kalau ada kegiatan di depan rumah tentunya jadi tidak nyaman. Bisa jadi, nanti malah dipakai tempat parkir sama sembarangan orang," protes Santi dengan raut muka kesal karena Jarwo masih asyik menulis.
"Nanti kalau dikasih pohon lagi saja bagaimana?" tanya Jarwo.
"Terserah. Aku lelah. Mau istirahat dulu," balas Santi dingin.
***
Santi bertemu dengan teman lama Jarwo. Mereka menjadi kawan dalam berbisnis. Pertemuan itu terjadi dengan tidak sengaja. Karena Santi menjatuhkan buku milik Haryo. Buku itu bertuliskan nama pena Jarwo. Tentu, Santi menjadi penasaran.
"Aku kenal dengan penulis itu," ujar Santi singkat.
"Wah. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Kau tahu dia di mana?" ujar Haryo.