Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Hujan Reda

20 Desember 2022   16:30 Diperbarui: 20 Desember 2022   16:44 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Pak Udin hanya tersenyum. Ia kembali fokus memastikan, nanti malam ada pertemuan dimana. Jarinya menunjukk urutan sebuah nama, tertulis jelas Pak Sigit. Seketika, ia membuka kembali buku catatannya. Ada tulisan, Pak Sigit RT 02 hutang 500 ribu akan dikembalikan saat pertemuan di rumahnya. Pak Udin mulai ragu. Apa mungkin uang itu dibayarkan nanti ?. Ia ingat betul, suatu sore Pak Sigit datang ke rumahnya.

            "Selamat sore, Pak RT. Jadi begini, Pak. Saya sedang butuh uang untuk biaya berobat istri saja. Kebetulan, uang gaji saya sudah habis untuk bayar uang gedung sekolahnya Singgih. Singgih sudah nunggak 2 tahun sejak kelulusannya dari SMK. Dia juga belum dapat pekerjaan, Pak. Jadi kondisi keuangan keluarga saya sedang sulit. Apa boleh saya pinjam uang dari kas RT ?" ucap Pak Sigit memohon pada Pak RT, tak lain ialah Pak Udin.

            "Boleh, Pak. Tapi, rencananya kas RT itu untuk membangun pos ronda dua bulan lagi," jawab Pak Udin.

            "Begitu ya, Pak. Kalau saya pinjam uangnya ke Pak Udin bagaimana ? Tolong, Pak. Ini mendesak sekali, saya tidak tahu harus minta tolong ke siapa lagi," kata Pak Sigit.

Raut wajahnya memelas. Keriput wajahnya terlihat jelas dan sorot matanya layu. Pak Sigit memang sudah tidak muda lagi. Ia bekerja sebagai satpam perumahan di samping dusun. Gantian jaga dengan satpam muda, bernama Muklis. Jadi, Pak Sigit sering tidak tidur kalau malam. Selain keliling kompleks, ia banyak berdoa. Memohon supaya anak semata wayangnya, Singgih bisa cepat dapat pekerjaan dan istrinya bisa sembuh. Hampir sepuluh tahun, Bu Sri, istrinya Pak Sigit sakit-sakitan karena gula darah.

            "Saya juga tidak punya uang, Pak. Risna besok minta uang untuk bayar kuliah juga. Pekerjaan di mebel juga sedang sepi. Tapi, mungkinistri saya ada sedikit uang untuk dipinjam Pak Sigit. Sebentar ya, Pak," Pak Udin masuk ke rumahnya, meninggalkan Pak Sigit yang mulai menyalakan rokok.

            Tak lama kemudian, Pak Udin kembali dengan membawa buku kecil dengan sampul tebal dan beberapa lembar uang seratus ribuan.

            "Ini, Pak. Mungkin bisa Pak Sigit gunakan dulu, nanti kalau mendekati arisan RT, apa bisa dikembalikan, Pak ? Soalnya ini punya istri saya," pinta Pak Udin.

            "Terima kasih, Pak. Saya usahakan waktu arisan RT di rumah saya, uangnya sudah ada Pak. Sekali lagi, terima kasih. Saya pamit dulu, Pak RT," wajah gembira mulai nampak dari Pak Sigit.

***

            Penyakit Bu Sri semakin parah. Ia sekarang tidak bisa berjalan lagi. Banyak obat sudah dikonsumsi, mencoba berobat ke dokter di berbagai tempat sudah dilakukan, pemakaian obat tradisional juga sudah banyak. Tapi, itu semua seperti tidak berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun