Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mereka Membawa Pulang Orangutan

12 Desember 2022   16:46 Diperbarui: 12 Desember 2022   16:51 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka Membawa Pulang Orangutan

Cerpen Yudha Adi Putra

Mereka tiga anak remaja dan hanya Yudha yang laki-laki. Ketiganya senang pergi ke hutan samping desa dan lebih sering berburu hewan. Di antara mereka, Yudha yang paling lincah berburu dan pintar, juga pandai memimpin. Hanya Yudha juga yang pernah merasakan hidup di kota meski hanya sebentar.

Ketiga anak itu sekarang telah siap memulai perjalanan mereka menuju hutan. Setiap pagi mereka berkumpul di halaman depan rumah Yudha. Ada banyak pohon-pohon yang tumbuh di desa itu, paling banyak pohon dengan daun besar hingga burung bisa membuat rumah. 

Tiga anak itu selalu bermain di sana, di halaman rumah Yudha atau di mana saja yang ada buah-buahannya. Saat siang tiba, mereka sudah terbiasa dengan terik matahari. Tetapi mereka sering tidak bisa berburu karena lapar. Yudha tidak mau berankat ke hutan kalau belum makan. Dia lain. Dia senang mengambil buah-buahan yang ada di pinggiran desa. Ada banyak tanaman buah sebelum masuk hutan, tapi tidak ada yang menjaga. Jadi, mereka bebas mengambil buah untuk dimakan seenaknya.

Jam empat sore adalah waktu paling menyenangkan bagi Yudha. Dia sudah mempersiapkan alat untuk berburu di hutan. Dia sering membawa tombak, panah, dan tali untuk mengikat hewan buruan mereka. Lalu, kedua temannya juga mulai berdatangan dengan peralatan berburu masing-masing. 

Pada mulanya Yudha tidak peduli dengan peralatan temannya. Tapi kemudian dia jadi tidak senang karena temannya sering meminjam panah karena panah Yudha paling baik. Alat berburu mereka terawat. Jadi sekarang, tiap berangkat berburu. Semua peralatan dipastikan oleh Yudha siap digunakan.

Yudha dan kedua temannya berangkat ke hutan dan menyanyikan lagu kesenangan mereka, berburu. Perjalanan menuju hutan itu penuh rumput tinggi, daun-daun kering, suara kicauan burung, dan suara harimau yang menakut-nakuti. Satu anak mempersiapkan panahnya, satu anak memantau situasi sekeliling, dan satu anak lagi membawa tombak. Jadi mereka seperti kelompok pemburu yang siap menangkap apa saja. 

Hewan-hewan tidak pernah curiga atas kedatangan mereka, tapi kali ini ada Orangutan yang mulai bergerak. Orangutan itu sudah berlarian memberi tahu temannya. Ada pemburu datang. Rambut Yudha dikucir, tanda siap mengejar Orangutan itu sebagai pembukaan pemburuan.

***

Mendekati sungai tengah hutan, Yudha melihat Orangutan itu sedang makan dan berduduk di samping pohon. Dia mengajak ketiga temannya untuk bersiap menangkan. Kali ini, Orangutan itu akan ditangkap hidup-hidup. Bila mereka beruntung, Orangutan itu bisa dijual ke kota. Tapi kali ini tidak. Maka seorang anak yang tidak sabar melemparkan tombaknya lewat sisi depan dari Orangutan itu. Tombal itu meleset dan Orangutan langsung kabur. 

Yudha lari ke arah Orangutan dan melemparkan beberapa anak panah. Akhirnya Orangutan itu hilang ditelan lebatnya semak-semak rumput. Mereka berlarian menuju semak, tapi Yudha meminta untuk berhenti. Dia mencabuti beberapa anak panah tadi dan minta seorang teman untuk minum di sungai terlebih dahulu. Panak matahari mulai terasa terik sekali.

Tiga anak remaja yang sering berburu di hutan itu berjalan menuju sungai dan mandi. Ynag satu bermain air di dekat air terjun. Yudha dan seorang temannya tetap siaga di tepi sungai yang banyak bebatuannya. Yudha siap kalau ada buruan datang atau nampak. Tetapi dia juga tergoda untuk mandi. Dia melihat sesuatu; ada yang berbeda di dekat air terjun sungai itu. 

Ada semak-semak yang rapi untuk tidur. Berbeda dengan teman-temannya yang memilih asyik untuk mandi, Yudha malah mendekati. Dia perlahan menuju semak-semak itu. Dia mulai mengendap-endap. Ternyata, teman-temannya juga tergoda untuk mengikuti Yudha. Yudha melihat ada lima anak Orangutan yang masih kecil. Mereka sepertinya sedang ditinggal oleh induknya.

"Ayo, kita ikat Orangutan ini. Pasti harganya mahal, masih anak-anak bisa dilatih dan untuk tontonan," ajak Yudha kepada kedua temannya.

Mereka mulai mengeluarkan tali, lalu mengikat kelima anak Orangutan itu menuju pinggiran sungai.

Yudha berjalan di depan mereka dan berhenti, lalu berbalik menghadap kedua temannya.

"Bagaimana kalau Orangutan ini kita pelihara ? Atau dijual saja ? Kalau kita pelihara, siapa tahu bisa menolong kita untuk mencari makan waktu siang panas," tanyanya.

Kedua anak itu hanya nyengir lalu bergantian menggelengkan kepala mereka. Semua tidak tahu, ikut perintah Yudha. Yudha kesal dan merasa sedikit kasihan dengan kelima anak Orangutan itu. Maka Yudha mengajak teman-temannya untuk segera pergi. Tetapi ketika hendak masuk desa, mereke mendadak dihentikan oleh seorang yang mengaku sebagai mahasiswa KKN.

"Nah, kalian dapat dari mana hewan ini ? Kalian mau bawa kemana ? Apa tidak kasihan, dia sepertinya kehausan dan mencari ibunya,"

Yudha dan teman-temannya serentak menoleh ke samping, mencari dimana suara itu muncul. Ada seorang pemuda dari desa bersama kepala suku desa itu. Di atas saku kanannya ada tulisan nama Adi Putra dan gambar lambang bunga dan burung. Dia bergerak setengah berlari mendekati Orangutan itu.

"Kami tadi tangkap di hutan, Kakak. Lumayan," jawab Yudha sambil menunjuk kelima anak Orangutan itu.

"Aku dari Yogyakarta. Aku mau belajar bersama kalian dua bulan di sini. Untuk Orangutan itu, baiknya kalian lepaskan. Orangutan itu hewan dilindungi, apa kalian tahu itu ?"

Mendadak diam, Yudha berhenti memainkan panahnya, wajahnya kebingungan. Lalu, menoleng ke belakang ke arah bayi Orangutan yang dibawa teman-temannya.

"Kenapa kalian berburu Orangutan. Ayo belajar bersama kakak. Kakak mau buat pondok untuk membaca kalian. Kami bawa banyak buku, kalian bisa belajar soal hewan-hewan," seru Yudha, kali ini dengan menawarkan hal yang pertama kali mereka dengar, soal buku dan membaca.

"Membaca itu apa Kak ? Lalu, buku itu seperti apa ? Apa itu bisa dapat makan ?" tanya Yudha dengan gaya polosnya. Meski masih remaja, Yudha punya keingintahuan yang kuat dibandingkan dengan teman-temannya. Dia berani bertanya kepada pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Adi Putra.

Terdiam lagi. Kepala suku di desa itu menjelaskan bahwa mereka akan dibantu beberapa mahasiswa untuk mengembangkan desa. Wajahnya nampak bersemangat. Seperti orang yang mendapatkan pertolongan, antusias, dan memiliki kemauan untuk belajar. Akhirnya dia juga membujuk ketiga anak itu untuk melepaskan Orangutan kecil yang mereka tangkap. Mahasiswa tadi tampak kagum.

"Di sini, kami memang senang berburu untuk makan. Tapi, kami tidak tahu betul hewan mana yang dilindungi dan boleh diburu. Jadi, mungkin bisa dibantu mengajarkan pada kami mengenai hewan-hewan itu," ucap kepala desa.

"Ya!" jawab Yudha cepat sekali.

"Jadi, kita akan belajar bersama, Orangutan itu harus dilindungi karena mereka tinggal sedikit jumlahnya. Nanti kalau punah bagaimana ?"

"Punah itu apa ?"

Pemuda itu diam sejenak. Lalu, berbalik menunjukkan selembar kertas bergambarkan Orangutan.

"Anak-anak seusia kalian itu harusnya belajar. Supaya bisa mengenali lingkungan sekitar kalian dan turut menjaganya," kata pemuda itu.

"Sekolah itu apa ? Nanti bisa bermain tidak ?" potong seorang anak dengan lugu.

"Bisa dong. Sekolah itu belajar. Asyik sekali. Dari yang belum tahu menjadi tahu dan dari yang belum bisa menjadi bisa. Kalian mau ?"

"Wah, itu susah tidak ? Tidak dapat makan ? Lalu, kita makannya kapan ? Kalau berburu bisa dapat hewan. Lalu, bisa kita makan bersama-sama. Itu menyenangkan,"

"Nanti bisa sambil makan juga," pemuda itu perlahan menjelaskan. "Kalian bisa mengenal banyak hal, bisa tahu banyak tempat, dan bisa dapat makanan yang enak kalau sekolah. Sekolah bisa membuat kalian dapat kesempatan untuk jalan-jalan. Apa kalian tidak ingin terbang ?"

Wajah Yudha nampak tertegun. Tapi kemudian tersenyum karena melihat anak Orangutan yang dibawa temannya itu.

"Mengapa bisa begitu ? Lalu, anak Orangutan itu bagaimana ?" tanggap Yudha lagi. "Anak Orangutan itu dikembalikan ? Atau dia dibiarkan pulang sendiri ?"

"Ya baik kalau kalian pulangkan saja. Siapa tahu, orangtuanya Orangutan itu mencari anaknya. Kasihan, apa kalian tidak dicari orangtua kalian juga ?"

"Mengapa begitu? Kalau Orangutan itu dijual bagaimana ?"

"Nah, itu nanti bisa punah. Orangutan rumahnya di hutan. Tidak sering bersama manusia. Jadi, mereka punya rumah sendiri. Kalau dipulangkan ke tempat tadi, nanti kita kalian saya ajak nonton film bagaimana ?"

"Film itu apa? Ayo kita pulangkan saja, rumahnya kan memang di hutan. Kita nanti bisa nonton film kalau memulangkang Orangutan ?"

"Wah, sepertinya kalian harus banyak belajar. Itu menyenangkan sekali. Mari kita pulangkan dulu Orangutan ini,"

Ketika pemuda itu mengajak kembali masuk ke hutan. Dia menjelaskan banyak hal, tentang sekolah, tentang buku, tentang film, bahkan tentang Orangutan itu sendiri. Ketiga temannya mengangguk bersamaan. Mereka kemudian melirik ke samping dan memetik beberapa buah.

"Kakak mau buah ?"

"Boleh, itu bisa menjadi makanan untuk kita nonton film nanti. Kita pulangkan dulu Orangutan ini,"

Mereka senang mendapatkan banyak cerita dari pemuda itu. Kemudian, dalam perjalanan pulang ke desa, ketiga anak itu membawa banyak makanan untuk mereka nonton film.

"Hai Kak, kami mau mengajak teman-teman yang lain, terus nanti mereka biar membawa makanan, kalau boleh nanti biar ramai di sini. Jadi, teman-teman kami juga bisa berkenalan dengan Kakak," Yudha berseru sambil mengajak teman-temannya untuk pergi menghampiri teman yang lain.

Pemuda itu merasa bangga karena bisa mendapatkan kesempatan belajar di pedalaman Kalimantan dimana ada Orangutan. Atau, entahlah tapi dia senang. Karena bayangan ketiga remaja polos yang belum pernah sekolah. Suara Yudha ketika berkata hendak diapakan Orangutan menjadi terngiang-ngiang dalam telinga Yudha, "kita pulangkan saja, ke rumahnya di hutan,".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun