"Aku dari Yogyakarta. Aku mau belajar bersama kalian dua bulan di sini. Untuk Orangutan itu, baiknya kalian lepaskan. Orangutan itu hewan dilindungi, apa kalian tahu itu ?"
Mendadak diam, Yudha berhenti memainkan panahnya, wajahnya kebingungan. Lalu, menoleng ke belakang ke arah bayi Orangutan yang dibawa teman-temannya.
"Kenapa kalian berburu Orangutan. Ayo belajar bersama kakak. Kakak mau buat pondok untuk membaca kalian. Kami bawa banyak buku, kalian bisa belajar soal hewan-hewan," seru Yudha, kali ini dengan menawarkan hal yang pertama kali mereka dengar, soal buku dan membaca.
"Membaca itu apa Kak ? Lalu, buku itu seperti apa ? Apa itu bisa dapat makan ?" tanya Yudha dengan gaya polosnya. Meski masih remaja, Yudha punya keingintahuan yang kuat dibandingkan dengan teman-temannya. Dia berani bertanya kepada pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Adi Putra.
Terdiam lagi. Kepala suku di desa itu menjelaskan bahwa mereka akan dibantu beberapa mahasiswa untuk mengembangkan desa. Wajahnya nampak bersemangat. Seperti orang yang mendapatkan pertolongan, antusias, dan memiliki kemauan untuk belajar. Akhirnya dia juga membujuk ketiga anak itu untuk melepaskan Orangutan kecil yang mereka tangkap. Mahasiswa tadi tampak kagum.
"Di sini, kami memang senang berburu untuk makan. Tapi, kami tidak tahu betul hewan mana yang dilindungi dan boleh diburu. Jadi, mungkin bisa dibantu mengajarkan pada kami mengenai hewan-hewan itu," ucap kepala desa.
"Ya!" jawab Yudha cepat sekali.
"Jadi, kita akan belajar bersama, Orangutan itu harus dilindungi karena mereka tinggal sedikit jumlahnya. Nanti kalau punah bagaimana ?"
"Punah itu apa ?"
Pemuda itu diam sejenak. Lalu, berbalik menunjukkan selembar kertas bergambarkan Orangutan.
"Anak-anak seusia kalian itu harusnya belajar. Supaya bisa mengenali lingkungan sekitar kalian dan turut menjaganya," kata pemuda itu.