"Kesana dulu", suaranya mengandung ketegasan memerintah.
"Nanti saja", ucapku acuh tak acuh.
"Tidak, kamu harus ke sana. Nanti kamu bisa balik lagi ke sini, kalau perlu nginap disini"
"Nantilah"
"Tidak, Teteh tidak mau kamu begitu. Ayo sana berangkat", kali ini suaranya meninggi.
"Baiklah", rungutku sambil bangun dari kursi dan melangkah keluar.
Rumah Ayahku jaraknya kurang lebih 300 meter dari rumah kakak misan. Terhalang oleh lima rumah dan sawah yang terletak di jalan besar tepatnya. Rumah tersebut terlihat sepi ketika aku tiba di depan pagar rumahnya. Kubuka pagar rumah itu dan melangkah ke teras.
Tampak di dalam rumah Ibu tiriku sedang menonton televisi.
"Ah, untung ada orang", gumamku dalam batin.
"Assalamualaikum", ucapku sambil mengetuk pintu.
"Wa alaikum salam", jawab Ibu tiriku dari dalam rumah. Kulihat dia melangkahkan kakinya ke ruangan tamu, kemudian membuka pintu. Tampak wajah kaget yang timbul di raut mukanya.