Ketegaran terpancar dari matanya yang kering, dan dadanya yang diperisai keyakinan
Jalan telah terbentang dan gerbang itu telah terbuka
Mata segelap arang para penyihir itu makin awas kini, nyalang bagai elang
Mereka menyangkal kuasa-Nya dan melewati batas nurani
Air muka beringas, berebut memamerkan taring-taring menakutkan
Di lorong-lorong berbau Neraka penuh jiwa yang tamak dan cemburu
Di mana terdengar terpaan besi, dan panasnya memburu
Bongkahan bara dan lahar yang menggelegak
Dinding istana menjadi saksi di mana pertempuran si pembela cinta melawan yang salah, demi hak dan kebenaran
Betapa damai terasa bagai lantunan puisi para penyair
Keajaiban,
Sungguh hati sekeras karangpun dapat luluh pada kemurnian cinta
Dan betapa pongahnya pesaingmu
Permaisuriku,
Jangan takut, karena debaran ini akan membimbingmu padaku, pada kebenaran
(insprasi dari dongeng Aladin dan Lampu Wasiat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H