Mohon tunggu...
Peres Sar Arin
Peres Sar Arin Mohon Tunggu... -

Bukan penulis cuma suka nulis. Kadang kita cuma butuh ngoobrol dan berkarya. http://peres-arin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Help People Heal!

31 Juli 2016   22:36 Diperbarui: 1 Agustus 2016   03:55 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala hal yang yang berhubungan dengan psikologi seseorang tidak akan sesederhana seperti akal sehat yang masih rasional. A mind and soul, they have a lot of mysteries, kita tidak bisa asal menebak seperti 1 ditambah 1 sama dengan 2. Memahami kasus psikologi seperti ini, yang tingkat kepercayaannya di mata orang sangat minim harus dengan penuh ketelatenan, tidak semudah mereka mencibir, “Sudahlah mau dibawa ke psikiater manapun dia tetap gila.”

http://peres-arin.blogspot.co.id/
http://peres-arin.blogspot.co.id/
Sekarang coba bandingkan dengan salah satu anak artis, mentalis sekaligus psikolog Deddy Corbuzier, Azka Corbuzier, masih kecil namun sudah mampu menginspirasi banyak orang terutama korban dari kasus broken home.

Meskipun dia masih menduduki sekolah dasar namun yang membuatnya menjadi panutan adalah cara berpikirnya yang berbeda dibandingkan dengan korban pada kasus yang sama. Ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan kepribadian yang cukup kuat untuk menghadapi problema-problema dalam hidup. 

Tetapi pada anak-anak yang berusia di bawah 7 tahun kekuatan untuk menghadapi problema masih belum muncul, sehingga mereka akan mencari cara lain untuk bertahan dari berbagai peristiwa traumatis yang mereka alami dengan Disosiasi (terputusnya hubungan pikiran, perasaan dan tindakan dengan kesadaran). Dengan menggunakan cara tersebut, seorang anak dapat membuat pikiran sadarnya terlepas dari pengalaman mengerikan yang menimpanya atau mereka berusaha menyangkal pengalaman traumatisnya sehingga bisa terbebas dari rasa sakit yang luar bisa. 

Azka memilih untuk mengambil sisi dan jalan yang berbeda, dia melampiaskannya dengan berkarya dan menyingkirkan pikiran-pikiran negatif tentang kedua orang tuanya, karena dia mampu mengubah cara pandangnya dan di usia yang menginjak 10 tahun Azka melihat keadaan keluarganya dari sisi yang berbeda, Normalnya, anak seumuran Azka masih memiliki ego yang tinggi bahwa dia masih membutuhkan kedua orang tuanya bahagia, namun dia senang kedua orangtuanya memilih untuk bercerai. "Ya, karena aku nggak harus masuk kamar melulu setiap kali mereka ribut," kata Azka.

http://hibrpress.com/
http://hibrpress.com/
Secara gamblang bocah bermata sipit ini menuliskan kisahnya dalam buku pertamanya yaitu “Story of Broken Home”, selanjutnya dia menorehkan karya kedua dengan judul “Story of My Life” yang menceritakan kehidupan sehari-harinya bersama kedua orang tuanya. Azka mengenangnya dengan cara yang menyenangkan. Ilustrasi gambar dan gaya tulisan yang sederhana, cenderung blak-blakan dan murni dari hati inilah yang membuat para pembaca menjadi tersentuh.

Tak ada kata lain yang dilontarkan oleh Azka terkait ayah ibunya tersebut selain kata hebat. Ya, menurut anak ini, Deddy dan Kalina masih bisa menjalankan fungsinya sebagai orangtua meski sudah bercerai. Saat keluarga ini diwawancarai di Gramedia Matraman, Jakarta Timur bulan lalu Deddy hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin membuat anaknya tertekan, dia selalu membebaskan Azka. “Yang dia suka saya dukung, yang enggak suka saya diamkan. Mendidik anak korban perceraian itu berbeda dengan anak-anak dari keluarga utuh.”, imbuhnya.

"Azka pernah bilang mom jangan pernah berhenti marah atau nyuruh-nyuruh Azka, karena Azka akan kehilangan itu. Kalau berhenti Azka akan kangen,", ucap Kalina, ibunda Azka.

Kebahagiaannya terpancar ketika dia mampu menginspirasi orang tua serta anak-anak yang lain melalui bukunya, “Azka seneng bisa rilis buku ini. Buat teman-teman lain, yang penting tau main concept of the book, just think abouttujuan dan ide dari buku yang ingin dibikin. Dan pesan paling penting adalah broken home is not mean broken dreams.”.

Buku ini membuka pandangan baru bahwa dalam keadaan sulit dia bisa menemukan kebahagiaan. Diusianya yang masih terbilang anak-anak ini, pengalaman dan pemikiran Azka patut diberikan acungan jempol. Anak-anak seperti Azka pasti bisa berkembang meskipun dia menderita disleksia, buktinya dia telah mampu mengubah pola pikir Broken Home menjadi Happy Home,karena baginya luka adalah sahabatnya untuk tetap bertahan. “I am a slow walker, but I never walk backwards.”, begitu kata Azka di akun instagramnya.

Foto: Bintang.com
Foto: Bintang.com
Jadi, apa yang membedakan kita dengan mereka yang menurut kita berbeda? Cara berpikir. Mereka adalah manusia yang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sepantasnya dan kita tidak berhak untuk mengadili jika tidak tau kebenarannya. Memang kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berlaku seperti yang kita inginkan tapi setidaknya kita bisa membuka jalan pikiran mereka dengan cara memahami pola pikir mereka yang berbeda dengan kita.

Kenali dan pahami, ada banyak hal baru sekaligus menyenangkan yang bisa ditemui ketika kita mampu menempatkan diri ketika bersama mereka. Tidak ada salahnya berkata bahwa kita tidak menyukai perbuatan yang dilakukannya karena merugikan, kemudian dengarkan isi hati mereka, apa yang mereka inginkan, mengapa mereka bertindak seperti itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun