Segala hal yang yang berhubungan dengan psikologi seseorang tidak akan sesederhana seperti akal sehat yang masih rasional. A mind and soul, they have a lot of mysteries, kita tidak bisa asal menebak seperti 1 ditambah 1 sama dengan 2. Memahami kasus psikologi seperti ini, yang tingkat kepercayaannya di mata orang sangat minim harus dengan penuh ketelatenan, tidak semudah mereka mencibir, “Sudahlah mau dibawa ke psikiater manapun dia tetap gila.”
Meskipun dia masih menduduki sekolah dasar namun yang membuatnya menjadi panutan adalah cara berpikirnya yang berbeda dibandingkan dengan korban pada kasus yang sama. Ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan kepribadian yang cukup kuat untuk menghadapi problema-problema dalam hidup.
Tetapi pada anak-anak yang berusia di bawah 7 tahun kekuatan untuk menghadapi problema masih belum muncul, sehingga mereka akan mencari cara lain untuk bertahan dari berbagai peristiwa traumatis yang mereka alami dengan Disosiasi (terputusnya hubungan pikiran, perasaan dan tindakan dengan kesadaran). Dengan menggunakan cara tersebut, seorang anak dapat membuat pikiran sadarnya terlepas dari pengalaman mengerikan yang menimpanya atau mereka berusaha menyangkal pengalaman traumatisnya sehingga bisa terbebas dari rasa sakit yang luar bisa.
Azka memilih untuk mengambil sisi dan jalan yang berbeda, dia melampiaskannya dengan berkarya dan menyingkirkan pikiran-pikiran negatif tentang kedua orang tuanya, karena dia mampu mengubah cara pandangnya dan di usia yang menginjak 10 tahun Azka melihat keadaan keluarganya dari sisi yang berbeda, Normalnya, anak seumuran Azka masih memiliki ego yang tinggi bahwa dia masih membutuhkan kedua orang tuanya bahagia, namun dia senang kedua orangtuanya memilih untuk bercerai. "Ya, karena aku nggak harus masuk kamar melulu setiap kali mereka ribut," kata Azka.
Tak ada kata lain yang dilontarkan oleh Azka terkait ayah ibunya tersebut selain kata hebat. Ya, menurut anak ini, Deddy dan Kalina masih bisa menjalankan fungsinya sebagai orangtua meski sudah bercerai. Saat keluarga ini diwawancarai di Gramedia Matraman, Jakarta Timur bulan lalu Deddy hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin membuat anaknya tertekan, dia selalu membebaskan Azka. “Yang dia suka saya dukung, yang enggak suka saya diamkan. Mendidik anak korban perceraian itu berbeda dengan anak-anak dari keluarga utuh.”, imbuhnya.
"Azka pernah bilang mom jangan pernah berhenti marah atau nyuruh-nyuruh Azka, karena Azka akan kehilangan itu. Kalau berhenti Azka akan kangen,", ucap Kalina, ibunda Azka.
Kebahagiaannya terpancar ketika dia mampu menginspirasi orang tua serta anak-anak yang lain melalui bukunya, “Azka seneng bisa rilis buku ini. Buat teman-teman lain, yang penting tau main concept of the book, just think abouttujuan dan ide dari buku yang ingin dibikin. Dan pesan paling penting adalah broken home is not mean broken dreams.”.
Buku ini membuka pandangan baru bahwa dalam keadaan sulit dia bisa menemukan kebahagiaan. Diusianya yang masih terbilang anak-anak ini, pengalaman dan pemikiran Azka patut diberikan acungan jempol. Anak-anak seperti Azka pasti bisa berkembang meskipun dia menderita disleksia, buktinya dia telah mampu mengubah pola pikir Broken Home menjadi Happy Home,karena baginya luka adalah sahabatnya untuk tetap bertahan. “I am a slow walker, but I never walk backwards.”, begitu kata Azka di akun instagramnya.
Kenali dan pahami, ada banyak hal baru sekaligus menyenangkan yang bisa ditemui ketika kita mampu menempatkan diri ketika bersama mereka. Tidak ada salahnya berkata bahwa kita tidak menyukai perbuatan yang dilakukannya karena merugikan, kemudian dengarkan isi hati mereka, apa yang mereka inginkan, mengapa mereka bertindak seperti itu.