Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis Biografi: Be a Storyteller (Part 4)

15 Agustus 2020   16:29 Diperbarui: 16 Agustus 2020   08:43 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Hahaha...

Di pagi yang masih sepi itu, setelah Boncel berlari-lari kecil dengan hanya mengenakan piyama disusul Clara yang masih mengenakan baju tidur mirip kimono, mereka berdua mendapatkan sepasang kakek dan nenek dengan penampilan lusuh duduk bersimpuh di serambi pendopo.

Sejenak perang batin yang hebat berkecamuk di dalam dada Boncel. Gemuruh peperangan berupa jantung yang berdegup keras dan kedua tangan yang tergetar, menahan malu sekaligus amarah. Apa jadinya kalau Clara dan Tuan Bupati tahu kalau mereka tahu kedua kakek-nenek itu adalah orangtuaku, pikirnya.

Peperangan dalam batin Boncel telah usai dengan sebuah kemenangan mengerikan di luat batas nurani dan akal sehat.

Manakala melihat Boncel muncul, tanpa ragu lagi kedua kakek-nenek itu berdiri dan menyerbu Boncel dengan maksud hendak memeluknya karena rindu yang sudah tidak tertahankan.

Sesuai hasil perang batin tadi, Boncel mengelak dengan sedikit mundur, tetapi kedua pasangan yang sudah renta berhasil memeluk kaki Boncel erat-erat, seperti tak ingin melepaskannya lagi.

"Oceeeeeen.... ini emak, betapa rindunya emak padamu, Nak!" kata Mak Boncel.

"Oceeeeeen.... ini bapak, tak kusangka engkau sudah jadi amtenar besar.... mengapa engkau melupakan orangtuamu di Kandangwesi ini, Nak!?"

Boncel mengentakkan kakinya ke depan, mendorong sepasang kakek-nenek yang sudah rapuh ini. Tidak perlu tenaga kuat, cukup mengentakkan kaki saja kedua orangtua itu sudah terjungkal.

Clara yang menyaksikan peristiwa itu jatuh kasihan dan bermaksud menolong kedua orangtua yang tak berdaya itu berdiri, namun Dalem Boncel melarangnya keras.

"Upas, usir mereka pergi!" perintah Boncel. "Aku tidak sudi melihat kakek dan nenek renta ini ada di sini!"

The Series cerita kolaborasi Kompasiana.com dengan Netizen Story Menulis Biografi: Be a Storyteller Bersama Kang Pepih
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun