Mengenai keberadaan RSMM Timika sendiri, dokter Michael, jebolan Universitas Sam Ratulangi Manado kepada saya menjelaskan, ke depan rumah sakit di mana ia bertugas sudah harus menerapkan manajemen bisnis rumah sakit profesional untuk kalangan tertentu yang bisa menjangkau dana yang ditetapkan namun dengan pelayanan yang lebih berkelas. “Untuk itu disediakan ruang perawatan Yosep dan Maria yang merupakan layanan Kelas 1 sampai VIP,” jelasnya.
Mencoba “kendaraan cacing”
Institut Pertambangan Nemangkawi berada di pintu masuk Kuala Kencana, areal pemukiman moderen di tengah hutan Papua yang diperuntukkan bagi karyawan PT FI tertentu. Lagi, keberadaan insitut ini diprioritaskan bagi tujuh suku yang berada dekat kawasan Tembagapura di mana perusahaan penambangan internasional ini beroperasi.
Menurut Susan Kambuayah, Superintendent Trainingship and Support di insitut ini, pembagian peruntukkannya mengikuti rumus 90 berbanding 10, yakni 90 persen penduduk lokal dengan pembagian 45 persen suku lokal dan 45 persen suku kekerabatan serta sisa 10 persen untuk penduduk di luar tujuh suku tadi.
Saat kami diberi kesempatan untuk mengikuti proses transfer ilmu bagi penduduk lokal di institut ini, saya masuk ke dalam satu ruang kelas di mana lima orang penduduk lokal sedang belajar ilmu membaca dan menulis dasar. Tutornya juga penduduk lokal Papua. Jangan bayangkan sebuah kelas dengan materi menulis atau mengarang. Benar-benar belajar menulis dan mengeja kata perkata seperti “batu”, “jagung”, atau “Ibu”. Padahal dilihat dari sisi usia, para peserta pelatihan merupakan orang dewasa usia di atas 17 tahun.
Riza Pratama, Vice President Corporate Communication PT FI yang juga ikut menemani rombongan jurnalis mengatakan, keberadaan insitut ini merupakan komitmen perusahaan kepada suku lokal, khususnya tujuh suku yang berada dekat area penambangan.
Di insitut ini pula terdapat berbagai fasilitas simulasi dan percontohan skala seutuhnya kendaraan khusus yang nantinya akan beroperasi di perut bumi Papua, mirip seekor cacing yang memiliki jalan sendiri. Kendaraan khusus yang bisa menarik tujuh lori di belakangnya sedang berada di Undergrounds Training Simulation Area. Ketika ditawari untuk menaiki “kendaraan cacing” ini, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Bukan saya yang menjadi sopir, tetapi cukup menjadi co-driver bagi Martin, peserta training yang sudah mahir mengemudikan kendaraan berat buatan Italia itu. Dua kendaraan bercat putih dan kuning masing-masing berjalan beriringan di atas rel.
“Inilah kendaraan untuk mengangkut hasil galian penambangan yang akan beroperasi di bawah tanah,” Martin menjelaskan. “Di belakang loko ini nanti ada tujuh lori yang masing-masing lori bisa mengangkut berton-ton hasil penggalian.”
Karena hari sudah beranjak siang dan sebentar lagi azan salat Jumat berkumandang dari masjid Baitur Rahim yang berada di kompleks perumahan Kuala Kencana, kami yang Muslim menyegerakan diri ke sana agar tidak terlambat. Masjid yang didesain AR Soehoed atas instruksi Dirut PT Freeport Ali Budiardjo dan berada tepat di tengah alun-alun kota Kuala Kencana ini masih berwajah sama seperti 13 tahun lalu saat untuk pertama kalinya saya salat.