Alternatif kedua: Aku dan Al menyadari, tak ada satu jembatan pun yang bisa mempertemukan aku dan dia dalam pernikahan. Kami harus rela berpisah, meski kami akan menjadi patah hati karenanya. Kehilangan keindahan cinta yang selama ini kami jalani, tapi ketaatan kepada agama masing-masing masih terjaga.
Dear... teguhkan hatiku, kuatkan diriku, sungguh ini pilihan sulit untuk cintaku. Kepalaku bisa dengan tenang merumuskan dua alternatif ini, tapi hatiku, sungguh remuk menyisakan rasa sakit seperti berdarah-darah, seperti luka parut tersiram air garam. Pedihhh, Dear....
Ya, bapak menghargai kesimpulan itu dengan bijak. Beliau mengatakan bahwa inilah ujian yang paling berat bagi orang-orang yang sungguh taqwa dan taat kepada Tuhannya, aku dan Al maksudnya.
Dan kau tahu sendiri, Dear, bapakku bukanlah jenis orang yang memaksakan pemikirannya kepada anak-anaknya. Bapak menyerahkan keputusan kepada kami berdua. Tidak berpihak kepadaku, juga tidak berpihak kepada Al nantinya, karena kami berdua dianggap sudah dewasa, mampu dan bertanggung jawab atas keputusan yang kami ambil. Al sudah dianggap putranya, karena sebelum aku dan Al memutuskan untuk memadu kasih, Al adalah salah satu murid kesayangan dalam belajar olah batin.
Dear, semangatilah aku, semoga ini bukan keputusan yang salah.
Sebelum aku menjatuhkan pilihan atas kesimpulan itu, biarlah kupanjatkan doa dulu, Dear. Semoga Allah Subhanallahu Wataallah berkenan mengampuni dosa-dosaku jika sekiranya keputusan ini menyakiti diriku, Al maupun siapa saja yang terlibat dalam persoalan ini seperti ibu, bapak, kakak-kakak yang sangat suka pada Al, dan keluarga Al yang juga menyukaiku.
Bismillah, aku memilih alternatif yang kedua.
Ah, Dear, jangan tertawakan aku. Aku memang sedang dalam pura-pura tegar, hiksss... tapi aku harus kuat.
Sakit, Dear. Seperti ada luka menganga di dada ini. Tapi ada cahaya terang yang menuntunku. Dan aku yakin, cakrawala seorang yang beriman dan taat kepada Tuhannya, akan mampu mengatasi rasa sakit ini. Semoga. Amin.
Aku rela menghancurleburkan istana angan-anganku bersama Al. Aku rela. Dan, Dear, aku berharap Al juga rela. Kami berdua tak punya jembatan untuk mewujudkan angan-angan itu.
Mungkin kamu bertanya, mengapa baru sekarang?