Mohon tunggu...
Peny Wahyuni Indrastuti
Peny Wahyuni Indrastuti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga yang berjuang melawan lupa

Ada kalanya, hati menunjukkan sisi terang. Ada kalanya pula bersembunyi pada sisi gelap. Hanya mantra kata yang bisa membuatnya bicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Maafkan Aku

11 April 2016   22:54 Diperbarui: 12 April 2016   00:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi apa ini? Ukh, tebal sekali. Ada foto copy penggalan buku. Tak ada judul. Ehm, rupanya itu penggalan  buku yang ia baca saat nongkrong sendirian di Cengkareng.

Al minta pendapatku tentang isi penggalan buku itu, Dear. Biasalah, surat-surat kami kan memang selalu begini isinya. Ehm, ini, nih, yang ia minta pendapatku. Sudah ada stabilo hijaunya.

Menurut si Penulis, seseorang yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia pada masa kanak-kanak, akan membawa pengalaman pahit itu ke dalam perkawinannya kelak. Dan menurutnya, sebuah perkawinan bukanlah jalan pintas bagi seseorang seperti itu, untuk mendapat kebahagiaan.

Apa menurutmu, Dear? Ih, serius amat kamu mendengarnya. Lupakan sejenak soal lamaran. Aku ingin membahas penggalan buku ini dulu, ya?

Kalau menurutku, analisa si Penulis itu ada betulnya, ada juga tidaknya.

Artinya, bahwa tidak semua orang yang berasal dari keluarga tidak bahagia lantas punya kecenderungan untuk terus membawa pengalaman pahit masa kanak-kanaknya dalam perkawinannya kelak. Tapi mungkin malah terjadi sebaliknya, ia justru menciptakan suatu kondisi yang sangat jauh berbeda dari pengalaman pahit masa kanak-kanaknya. Jadi dalam hal ini, pengalaman pahit masa kanak-kanak hanya dipakai sebagai bahan baku penciptaan istana yang hendak dibangunnya pada masa mendatang. Lebur dalam satu pola baru.

Pada sisi lain, Dear, aku setuju dengan pendapat penulis, bahwa perkawinan itu memang bukan jalan keluar terbaik, sebagai jalan pintas mencari kebahagiaan bagi seseorang yang tidak bahagia pada masa kanak-kanaknya. Sebab perkawinan itu sendiri, bukanlah obat yang paling mujarab untuk segala persoalan ketidakbahagiaan.

Jika kemudian terjadi, seseorang yang tidak bahagia pada masa kanak-kanaknya mencari jalan pintas dengan perkawinan, aku yakin, yang ia peroleh adalah justru sebaliknya, yaitu kekecewaan yang terus menerus yang bahkan mungkin akan menjadi pembunuh dirinya sendiri.

Aku setuju sekali jika jalan pintas kebahagiaan itu adalah penyembuhan penyakit psikisnya terlebih dahulu, yang tentunya hanya dapat dilakukan dengan kemauan untuk memperbaiki diri.

Dear, masih mendengarkankukah? Kali ini ceritaku akan sangat panjang, lho. Dan pastinya, sudah kamu tunggu sejak tadi.

Aku mau balas surat Al tentang lamarannya itu, tapi ini masalah yang sangat pelik, Dear.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun