Hal ini sebenarnya sudah disadari Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Sejak 2017 lalu, Kapolri mencanangkan program pemuliaan satpam.
Profesi satpam harus ditingkatkan levelnya: wajib diperbaiki kualitas dan kompetensinya; "fardhu ain" dinaikkan kesejahteraannya. Fungsi dan tugas mereka terlalu berharga buat kepolisian jika dibiarkan tetap seperti sekarang.
Program pemuliaan satpam, tujuan akhirnya bukan hanya untuk satpam itu sendiri atau kepolisian, melainkan untuk bangsa dan negara. Apalagi tantangan keamanan negara setiap tahun terus meningkat dan bervariasi: ancaman terorisme, radikalisme, intoleransi, narkoba, hoax, dan banyak lagi lainnya begitu nyata di depan mata.Â
Ketidaksingkronan antara peraturan itu berlangsung sampai sekarang. Mabes Polri memuliakan, namun institusi lain justru menistakan.
Akibatnya, nasib satpam untuk urusan kesejahteraan: 'jauh panggang dari api'. Mereka hanya menjadi karyawan kontrak seumur hidup di perusahaan penyedia jasa pengamanan.
Sebagian besar dari mereka pasti kesulitan untuk menaikkan level kesejahteraannya jika tetap berada dalam sebuah perusahaan. Kontrak lagi. Putus kontrak. Kembali ke nol lagi, untuk kontrak baru. Terus menerus seperti itu, dengan gaji UMR/UMP. Sebagian besar industri pengguna jasa satpam bahagia dengan peraturan tersebut.
Kondisi demikian, menghambat peningkatan kualitas dan kompetensi satpam. Buat apa menaikkan level kompetensi, jika penghasilan tetap pas-pasan? Sangat logis. Namun sampai kapan kondisi tersebut akan berlangsung? Cermin sangat baik bisa kita lihat di negara-negara maju. Mereka pun awalnya mengalami hal yang sama. Satpam adalah profesi rendahan.
Perusahaan-perusahaan menganggap sepele masalah keamanan. Tapi lambat laun, kondisi tersebut berubah. Yang mengubahnya adalah seluruh stakeholder di bidang pengamanan, baik regulator, pelaku industri maupun pengguna jasa.
Melihat kebijakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, seharusnya saat inilah momentum perubahan tersebut.
Data pada 2012 lalu, menyebutkan jumlah satpam di Amerika Serikat antara 1,5-2 juta orang. 54 persen dari mereka adalah lulusan perguruan tinggi (12 persen sarjana S1, dan 42 persen lulusan Diploma 3). Sisanya lulusan SMA.