"Ya usaha dong Pak cari bantuan di tempat lain. Kalau di sini, enggak bisa."Â
"Tolong Mas..." belum selesai Darman berkata, pintu sudah ditutup  kembali oleh Johan. Suara cukup keras dari pintu yang menutup itu didengar  Rahman. Pemuda itu berjalan ke arah pintu.Â
"Kenapa, Jo? Siapa tadi?" tanya Rahman penasaran.
"Ada laki-laki yang datang nawarin mesin jahit untuk kita beli. Namanya  Darman. Katanya buat biaya keluarga. Dia kira kita ini orang kaya kali yang punya  uang banyak. Kita cuma mahasiswa perantauan," jawab Johan kesal.Â
Rahman langsung membuka kembali pintu rumah. Darman tidak terlihat  lagi di depan pintu. Rahman melangkah keluar, sembari menengok ke kanan dan  kiri. Hingga pandangannya menemukan lelaki itu yang sudah berjalan beberapa  puluh meter.Â
"Pak, tunggu dulu!" teriak Rahman memanggil Darman. Darman menoleh  ke belakang. Ia lihat Rahman sedang melambai kepadanya. Darman berjalan  kembali mendekat.Â
"Mas memanggil saya?"Â
"Iya, Pak. Saya Rahman. Bapak lagi butuh bantuan?"Â
Darman kembali menceritakan keadaan yang dialami sekarang. Kedua mata  lelaki itu berkaca-kaca, seperti tengah menyimpan beban kesedihan. Rahman  mendengarkan dengan antusias. Cerita Darman membuat hati pemuda itu merasa  iba. Rahman teringat pesan yang disampaikan oleh Pak Jokowi tadi. Bahwa  sekarang, adalah saat yang tepat untuk saling membantu dan menguatkan.Â
"Bapak tunggu di sini ya. Saya masuk dulu."Â
"Baik, Mas." Â