Mohon tunggu...
Anta Nasution
Anta Nasution Mohon Tunggu... Ilmuwan - Laut Biru

Ocean never betray us! Ocean doesn't need us, indeed we need ocean.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerpen Mengenai Konflik Kelas: Kapal Merah (3/selesai)

14 Januari 2017   19:44 Diperbarui: 14 Januari 2017   19:57 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rumah Pak Gori luluh lantah. Berantakan. Namun, bangunannya tetap kokoh. Tidak ada perlawanan sama sekali ketika kawanan perompak laut menyerang rumah Pak Gori. Semua penjaganya bergabung ke dalam barisan perampok laut untuk menghakimi Pak Gori. Menjarah rumahnya.

Kejadiannya tepat pada pukul 12 malam, Pak darjam berjalan memimpin anak buahnya yang berjumlah 80 orang lebih. Sementara yang menjaga rumah Pak Gori hanyalah 20 orang, seharusnya bisa mencapai 50 orang. Namun, para nelayan yang bekerja padanya lebih memilih untuk keluar dan bergabung dengan kapal-kapal ikan lainnya untuk melaut, ketimbang disuruh menjaga rumah Pak Gori.

Pak Gori diikat di salah satu tiang beranda rumahnya. Sementara Soman melarikan diri, ia tidak sudi bergabung dengan kawanan perompak laut. Seluruh harta yang Pak Gori simpan di rumahnya sudah habis dijarah oleh anak buahnya sendiri. Ternyata hampir semua anak buah Pak Gori menjadi korban kelintah daratanPak Gori. Pak Darjam sengaja mengintruksikan anak buahnya untuk tidak ikut menjarah rumah Pak Gori, ia membiarkan para nelayan mengambil haknya sebagai balasan atas upah minim yang selalu diberikan Pak Gori.

Dari ujung kepala hingga ujung kaki Pak Gori dipenuhi oleh sayatan-sayatan parang. Sayatan tersebut tidak dalam, namun cukup menganga, menunjukan daging putih yang segera berubah jadi merah, darah terus menetes secara perlahan membasahi beranda rumahnya. Ia hanya merintih, memohon ampun. Kuku tangannya sudah terlepas semuanya, dicabuti satu persatu. Kupingnya hanya tinggal yang kanan, kuping kirinya dipotong dan digantungkan di lehernya, seperti kalung. Jempol kaki kanan dan kirinya juga sudah terpotong dan yang paling memilukan adalah alat kelaminnya dipotong dan digantungkan di lehernya bersama dengan kuping. Pak Darjam sengaja tidak langsung membunuhnya. Membiarkan Pak Gori mati secara perlahan dengan kesakitan yang tidak ada seorangpun dapat menahannya. Sebelum penyiksaan tersebut, Pak Darjam memaksa Pak Gori untuk menandatangani semua perjanjian tentang warisan hartanya yang akan jatuh ke tangan Darman. Terutama rumah tempat tinggalnya dan juga tanah-tanah yang ia miliki. Selain itu, Pak Gori juga dipaksa untuk menandatangani bahwa semua orang yang berhutang padanya dianggap lunas.

Tidak butuh waktu satu jam, nyawa Pak Gori telah meninggalkan raganya. Pak Darjam menyuruh lima orang anak buahnya untuk membuang mayatnya ke tengah lautan. Hilang. Seperti tidak pernah dilahirkan.

..........................

Pak Gori memaksa Darman untuk menerima korek yang ia berikan. Darman menggigil, keringat dingin. Ia tidak tau apa yang harus dilakukan, apakah harus membakar kapal-kapal ikan Pak Gori yang selama ini menjadi mata pencahariannya atau ia harus membiarkan kapal-kapal itu.

“Gori sudah mati, nelayan-nelayan anak buahnya menjarah harta yang ia simpan di rumahnya. Setelah kamu membakar kapal-kapal ini, maka kamu akan mendapatkan rumah juga tanah-tanah yang Gori miliki,” ujar Pak Darjam, sembari menyalakan rokoknya, pandangannya lurus mengahadap kapal-kapal merah.

“Untuk apa saya bakar kapal ini, bagaimana nanti teman-teman saya akan melaut?” Ujar Darman, raut mukanya berubah menjadi kaget ketika mendengar bahwa Pak Gori telah mati. Suaranya lemas, menunjukan bahwa Darman dalam posisi tidak berdaya.

“Teman-temanmu sudah bergabung dengan kapal-kapal lain, lagipula kamu bisa membeli kapal-kapal ikan lagi dengan menjual tanah-tanah milik Gori yang resmi kamu miliki, tentunya setelah membakar kapal-kapal ini.”

“Mengapa? Kenapa tidak bapak ambil saja kapalnya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun