“Ya sudah, sekarang juga saya bawa ibu ke rumah sakit,” ujar Darman sambil berusaha menggendong ibunya.
“Darman, Iiiiiibu ga mau ke rumah ssssakit, sebentar lagi kok nak,” Ujar ibu darman dengan sisa tenaga yang dimilikinya untuk berbicara..
“Nak ibu pergi dulu ya, kamu jaga adikmu baik-baik”
“Ibu ga boleh ngomong gitu, sekarang Darman bawa ibu ke rumah sakit,” Darman menggenggam ke dua tangan ibunya.
“Maafin ibu kalau belum bisa ngebahagiain kamu, maafin ibu nak,” suara ibunya semakin memelan.
“Zulfah sini,” ujar darman berteriak keluar. Zulfah masuk ke dalam kamar dan langsung memeluk ibunya. “Ibu jangan tinggalin Zulfah, ibuuuuuuu maafin Zulfah, ibu harus sehat lagi”.
Darman terus menggenggam ke dua tangan ibunya, wajah Darman menunduk ke bawah, air mata tidak henti-hentinya mengalir keluar. Zulfah mengambil air putih di meja sebelah ranjang untuk diberikan kepada ibunya. Darman kembali melihat wajah ibunya, matanya sudah tertutup. “Ibu, ibu, ibu bangun bu,” Darman menggoyang-goyangkan tubuh ibunya dan mengecek nadinya. Ibu darman sudah tiada. Zulfah yang masih memegang gelas berisi air putih, tanpa sadar menjatuhkan gelas tersebut dan memeluk tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa, menangis sekencang-kencangnya. Darman berteriak sekeras-kerasnya memecah keheningan malam di desa pesisir Mangir. Darman dan Zulfah menjadi yatim piatu mulai malam itu.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H