Dengan kemampuan anti pesawat, kapal selam dapat lebih dulu menembak pesawat/heli anti kapal selam sebelum senjata anti kapal selam dijatuhkan.
Tanpa kemampuan anti pesawat, kapal selam masa kini menjadi "sitting duck", hanya bisa bersembunyi menunggu ditemukan dan dihancurkan oleh kekuata udara lawan. Pengadaan kapal selam tanpa kemampuan anti serangan udara adalah kesalahan akuisisi alutsista.
Untuk mengamankan perairan Indonesia dibutuhkan penyebaran sistem deteksi kapal selam yang mampu mendeteksi kapal selam setidaknya di seluruh alur pintu masuk perairan Indonesia, dan di titik-titik tertentu dalam perairan Indonesia. Dengan adanya jaringan buoy tersebut keberadaan kapal selam asing lebih mudah, cepat, dan murah untuk diketahui, dibanding harus melakukan patroli rutin oleh pesawat, kapal, kapal selam, atau bahkan UAV. Selain itu sistem deteksi dapat memiliki banyak fungsi lain, seperti sebagai pemantau bencana tsunami, dan lain sebagainya.
[caption id="" align="aligncenter" width="598" caption="Tactical combat datalink (http://www.examiner.com/)"]
3. Network centric warfare
Kelemahan utama TNI adalah pada network centric warfare yang menjadi titik utama keunggulan perang moderen. Dengan kemampuan network centric warfare yang rendah, alutsista TNI bertempur sendiri-sendiri, tidak sebagai kesatuan. Tidak terjadi force multiplier atas kehadiran berbagai aset alutsista TNI di lokasi yang sama.
Pengembangan network centric warfare harus dilakukan di tingkat joint-command (ABRI), bukan pada trimatra. Hal ini yang menghambat perkembangan network centric warfare TNI, karena akuisisi dilakukan pada tingkat trimatra, bukan pada tingkat joint-command.
Pengembangan network centrik warfare perlu dilakukan dengan mengembangkan unit signal pada tingkat joint-command, dimana tugas pertama adalah menetapkan, membentuk, dan membuat standar datalink untuk TNI, dimana seluruh pengadaan harus menyesuaikan dengan standar datalink tersebut. Langkah awal ini sudah dimulai oleh angkatan bersenjata Thailand yang secara efektif meningkatkan komunikasi tempur antara alutsista AL dan AU-nya. Demikian pula India sudah memiliki kemampuan komunikasi data tempur yang sangat maju.
Negara seperti Singapura tidak perlu mengembangkan datalink sendiri karena sepenuhnya mengandalkan teknologi standar NATO yang berbasis link-16. Demikian pula Vietnam berbasis pada standar datalink Rusia.
Indonesia dengan pilihan tidak berkubu harus mengembangkan sendiri kemampuan network centric warfare-nya, dimana standarisasi datalink dan keberadaan unit signal pada tingkat joint-command (ABRI) adalah langkah awal yang harus segera dilakukan.
[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="S-300-PMU1 (http://talkvietnam.com)"]
4. Coastal defense network
Angkatan Laut sangat terbantu dengan adanya sea denial dari kekuatan darat. Jaringan radar, rudal pertahanan udara jarak jauh, dan rudal anti kapal jarak jauh akan membentuk area aman dimana kekuatan tempur AL dapat beroperasi dengan keunggulan.