Mohon tunggu...
Pendeta Sederhana
Pendeta Sederhana Mohon Tunggu... lainnya -

Sederhana itu adalah sikap hati. Hati adalah kita yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terawang: Komjen Budi Waseso, Jalan Tengah Pilihan Presiden

11 Juni 2016   15:45 Diperbarui: 11 Juni 2016   17:01 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komjen Budi Waseso, sumber foto: beritacenter.com

Ada dua pekerjaan besar sedang menunggu perhitungan yang sangat  matang dan cermat Presiden Jokowi sebelum diputuskan. Kedua peristiwa politik ini dampaknya akan sangat menentukan ke depan, karena  terkait dengan stabilitas politik dan ketenangan di masyarakat. Kegagalan dalam mengelola persoalan ini, dipastikan akan membuat program pembangunan infrastruktur dan pemerataan pembangunan yang sedang diupayakan oleh presiden akan sangat terganggu.

Jika politik relatif stabil, dan Presiden Jokowi  tidak diganggu oleh parlemen atau partai politik, dan juga  keputusannya mendapatkan dukungan dari masyarakat, maka di tengah keterbatasan anggaran yang ada, ruang  bagi presiden akan lebih besar dan terbuka untuk berkreasi dan melakukan terobosan dalam mewujudkan program pemerintah.

Kedua pekerjaan tersebut adalah: Memutuskan pengganti Kapolri Badrodin Haiti yang akan segera pensiun Juli 2016. Pekerjaan berikutnya adalah memastikan Ahok ikut bertarung di pilgub DKI 2017, entah lewat jalur independen atau lewat jalur parpol, sehingga usai masa jabatannya  Oktober 2017, Ahok dipastikan tetap memegang kendali atas ibu kota negara.  Jika sampai  hari H tidak ada kepastian Ahok melaju di jalur independen, maka dipastikan presiden Jokowi akan melakukan "intervensi", bagaimana  supaya Ahok mendapatkan kendaraan untuk digunakan di pilgub 2017.

Artikel ini hanya akan mengulas  pengganti kapolri, dan pertimbangan Presiden sebelum memutuskan sosok yang akan dipilihnya. Kemampuan presiden dalam hal menentukan sosok yang tepat tentu tidak perlu kita ragukan lagi, karena ia memiliki kejernihan hati dan ketenangan serta kematangan jiwa. Ia hanya  membutuhkan sedikit " kebebasan" dari apa yang ada sekarang, mempertimbangkan "jasa" pihak-pihak yang sudah mengusungnya di 2014.

Namun, itupun sebenarnya sudah mulai disadari oleh para pihak yang tadinya berharap akan mendapat "lebih banyak". Dari pihak Presiden Jokowi, tentu tidak mungkin juga bisa abai begitu saja. Ia harus bisa "bermain cantik", supaya segala sesuatu boleh berjalan di jalurnya, tanpa ada yang merasa tersakiti dan terabaikan. 

Demikianlah sampai sekarang,  beliau bisa tetap fokus ke depan, karena memang tidak dibebani oleh masa lalu, dan juga hutang politik yang memaksanya harus mengiyakan semua kemauan kreditur dan partai- partai pengusungnya. Begitu juga  untuk  hajatan pilpres 2019, keberhasilannya pada periode saat ini sudah lebih dari cukup menjadi jaminan untuk kelanjutan beliau di periode berikut. Ia sebenarnya sudah tidak perlu lagi terlalu risau, sekalipun PDIP kelak berubah haluan. Dengan hasil munaslub partai Golkar baru-baru ini, kita bisa mengerti bahwa selalu ada jalan bagi mereka yang hati dan niatnya baik.

Salah satu dari tuntutan pihak pengusung beliau di pilpres 2014 yakni PDIP ialah, bagaimana supaya calon yang mereka inginkan yakni Komjen Budi Gunawan mendapatkan posisi kapolri. Seperti yang kita tahu bersama, di masanya Abraham Samad, Komjen BG gagal menjadi kapolri denga status tersangka yang disematkan oleh KPK kepadanya, justru di saat-saat yang paling menentukan untuk beliau bisa memimpin Korps Tribrata. 

Walaupun kemudian di praperadilan penetapan status ini dibatalkan, namun keputusan Presiden Jokowi tetap tidak berubah. Meski sangat ditentang oleh PDIP dan beberapa partai lainnya, beliau tetap pada keputusannya dan mengalihkan posisi itu kepada Badrodin Haiti dengan menjadikannya kapolri. Juli 2016 Badrodin Haiti  akan segera pensiun dan bola yang sama kembali ke presiden. Akankah beliau menuruti keinginan PDIP supaya Komjen BG ditujuknya menjadi kapolri?

Jika Presiden menuruti kemauan PDIP  sebagaimana yang sudah  dicetuskan oleh Hasto Kristyanto Sekjen PDIP, tentu akan dinilai oleh masyarakat bahwa presiden lemah, karena tunduk kepada kemauan partai. Dengan demikian, beliau perlu mencari jalan tengah atau jalan damai, supaya tidak menimbulkan kegaduhan baru, karena taruhannya terlalu besar bila kepentingan salah satu pihak diabaikan.

Ada sembilan nama  penyandang bintang tiga yang dianggap memiliki peluang menjadi Kapolri yakni: Wakil Kapolri, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan (Kabaharkam), Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri (Kabaintelkam), Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol), Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional.

Namun terawangan penulis hanya ada tiga nama yang masuk radar Presiden Jokowi untuk menjabat kapolri. Tiga nama tersebut yakni: Wakapolri Komjen Pol. Budi Gunawan, Kepala BNPT Komjen Pol. Tito Karnavian, dan Kepala BNN Komjen Pol. Budi Waseso.

Hanya ketiganya yang memiliki  kans besar untuk dipilih oleh Presiden tanpa mengecilkan  yang lain tentunya. Namun dari aspek  politik,  sepertinya hanya ketiga jenderal ini yang perlu mendapat sorotan khusus presiden sebelum memutuskan siapa akhirnya yang akan menjadi kapolri mengantikan Badrodin Haiti.

1. Wakapolri Komjen Budi Gunawan (BG)
Akpol '83, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 11 Desember 1959. Beliau adalah mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri, dan  hampir menjadi Kapolri sekiranya Presiden Joko Widodo tidak membatalkan pencalonannya setelah tidak lagi menyandang status tersangka dari KPK. 

Menimbang usia beliau yang tahun depan sudah memasuki  pensiun, sepertinya tidak terlalu menguntungkan bagi Presiden jika ia memutuskan Komjen BG menjadi Kapolri. Dan juga dengan mempertimbangkan tanggapan masyarakat, yang sudah pasti akan menilai presiden berada dibawah tekanan PDIP jika ia tetap mengajukan Komjen BG sebagai Kapolri. 

Kendala berikutnya adalah dari lingkungan dalam istana, terutama Jubir presiden dan kepala Staf Kepresidenan yang sepertinya tidak akan memberi masukan yang positif tentang Komjen BG kepada Presiden.

Selain  itu, masyarakat tidak menilai bahwa irama kerja Komjen BG  cocok  atau satu chemistry dengan presiden Jokowi yang maunya cepat, tepat dan tegas. Komjen BG terlihat sedikit lamban untuk bisa mengimbangi irama kerja Presiden Jokowi.


2. Kepala BNPT Irjen Tito Karnavian

Saat ini menjadi Kepala BNPT, Akpol '87, lahir di Palembang, 26 Oktober 1964. Komjen Tito baru akan memasuki masa pensiun pada 2022, ia merupakan Calon Kapolri masa depan. Mantan Kapolda Metro Jaya ini selama berkarier di Polri sudah menunjukan segudang prestasi, ia berperan dalam penangkapan Tommy Seoharto hingga melumpuhkan teroris Azahari Husin.  Semakin melejit dengan kasus terorisme bom Alam Sutera, Bom Thamrin, hingga dwelling time yang berhasil diungkap oleh mantan Kapolda Papua yang juga lulusan terbaik Polri 1987. Juga sangat terlihat ketegasannya dalam mendukung kinerja gubernur DKI, dan juga dinilai berhasil meredam aksi aksi ormas yang sering melakukan aksi kekerasan saat berdemo. 

Namun, sepertinya pilihan Presiden kali ini belum jatuh kepada Komjen Tito, mengingat ia masih muda. Dan peluangnya sangat besar untuk menjadi Kapolri berikutnya. Jika Presiden memilih Tito, sepertinya internal Polri juga belum bisa menerimanya, karena akan memutus kesempatan untuk beberapa angkatan untuk menjadi Kapolri mengingat usia pensiunnya yang masih panjang.

Banyak pihak di internal Polri akan kecewa apabila Komjen Tito menjadi pilihan Presiden, dan ini juga bisa menjadi sorotan parlemen nantinya dengan adanya curhat dari salah seorang calon Kapolri yang kecewa dengan penunjukan Tito. Walaupun irama kerjanya sangat cocok dengan Presiden, dan juga gubernur Ahok- yang pasti sarannya sangat didengar oleh presiden-, namun sepertinya Presiden akan memilih menunda promosi Komjen Tito sambil mempersiapkan yang bersangkutan untuk menjadi Kapolri selanjutnya.


 3. Kepala BNN Komjen Budi Waseso

Akpol '84, lahir di Pati, Jawa Tengah, 19 Februari 1961. Budi Waseso akan memasuki pensiun pada 2019. Pria yang akrab disapa Buwas ini sebelumnya tidak terlalu disenangi oleh masyarakat saat ia ditunjuk menjadi Kabareskrim. Kedekatannya dengan Komjen BG diduga menjadi alasan beliau ditunjuk menggantikan Komjen Suhardi Alius yang kemudian ditugaskan menjadi Sestama Lemhannas. 

Suhardi Alius disinyalir tidak menghendaki BG menjadi Kapolri. Ia diduga menjadi salah satu penyebab gagalnya BG menjadi kapolri dengan memasok data mengenai rekening gendut milik petinggi Polri ke KPK sehingga KPK mempunyai data yang cukup guna menetapkan BG sebagai tersangka. Ia pun kemudian digantikan oleh Budi Waseso yang segera mendapat reaksi kurang baik dari masyarakat karena dianggap sebagai bentuk politisasi di tubuh Polri. Suhardi Alius dinilai cukup bersih oleh masyarakat, sementara Budi Waseso masih diragukan kemampuannya saat itu untuk menjadi Kabareskrim.

Siapa yang menduga, justru Komjen Budi Waseso namanya meroket ketika menjabat Kabareskrim. Bareskrim dianggap sangat berani mengusut berbagai kasus kontroversial yakni: kriminalisasi pimpinan KPK, penimbunan sapi, korupsi migas kondensat yang diduga merugikan negara triliunan rupiah. Terakhir, ia dinilai membuat gaduh karena mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia II. Ketika itu Dirut Pelindo II Richard Joos Lino marah kantornya digeledah anak buah Budi Waseso, yang tidak kurang mengundang reaksi dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang konon sempat menelepon Buwas langsung dari Korea.

Sepak terjangnya di Bareskrim saat itu dianggap membuat gaduh dan mencemaskan banyak pihak. Ia pun akhirnya harus hengkang ke BNN dan meninggalkan Bareskrim Polri. Tangkapan pertamanya setelah menjabat Kepala BNN ialah  menggulung sindikat peredaran narkoba internasional meliputi China-Malaysia-Indonesia di Medan. Dalam penangkapan ini, BNN behasil menyita 270 kilogram lebih sabu.

Ia bahkan dinilai sangat berhasil mengungkap keterlibatan aparat dalam peredaran dan penggunaan narkotika. Berbagai terobosan dan kerjasama yang dilakukannya terutama dengan pihak TNI dan Kemenhukam juga berhasil mengungkap apa yang selama ini menjadi hambatan besar dalam pemberantasan narkoba.

Tidak kurang Presiden pun sangat mengapresiasi kinerja Pak Buwas, sehingga BNN dinaikkan statusnya menjadi setingkat kementerian, yang tentu akan memudahkan beliau dalam koordinasi dengan lembaga yang lain dalam melaksanakan tugasnya sebagai Kepala BNN.

Melihat cara kerja beliau, sepertinya tidak salah bila pilihan Presiden akan jatuh kepada Komjen Buwas. Selain chemistry dan irama kerjanya sangat cocok dengan kemauan presiden, ia juga masih memiliki usia pensiun sampai 2019. Artinya, presiden belum perlu mengganti Kapolri sampai dengan perhelatan pemilu 2019. Gonjang-ganjing pergantian kapolri tidak akan membebani presiden hingga periode pertama kepemimpinannya usai, sehingga ia bisa lebih fokus ke hal yang lain.

Berbeda jika presiden menunjuk Komjen Budi Gunawan, yang sudah memasuki usia pensiun tahun depan. Dan bisa saja partai politik yang mendukung Komjen BG akan meminta presiden untuk memperpanjang jabatan BG, yang mana hal ini dipastikan akan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, dan juga  membuat ketergantungan presiden kepada PDIP akan semakin besar, terutama menjelang pemilu 2019.

Kemudian, kedekatan Komjen BG dengan Komjen Buwas dinilai bisa mengurangi penolakan dari PDIP, karena dengan pilihan mengangkat Buwas, Komjen BG diprediksi  akan bisa menerima keputusan Presiden Jokowi yang juga akan berpengaruh terhadap sikap PDIP, berbeda halnya jika presiden menunjuk Komjen Tito.

Dukungan terhadap Komjen Budi Waseso juga dinilai akan diberikan oleh Komisi III DPR RI, yang walaupun saat ini dukungan terbesarnya masih ditujukan kepada Komjen BG. Namun jika pada akhirnya Komjen Buwas yang akan ditunjuk, kemungkinan mayoritas anggota komisi III akan bisa menerima kecuali PDIP. Dan seiring dengan berjalannya waktu, sebagaimana halnya dengan penunjukan Badrodin Haiti sebelumnya, Komjen Buwas pada akhirnya akan bisa diterima oleh PDIP, dengan catatan Komjen BG tetap menjabat wakapolri.

Kelebihan Buwas lainnya ialah, kepercayaan diri beliau yang sangat tinggi. Ia terlihat selalu siap mengemban tugas dimanapun ditempatkan. Menjadi Kabareskrim dan Kepala BNN tanpa "persiapan" menjadi bukti bahwa jenderal bintang tiga ini siap jika ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai kapolri. Menurut dia, sebagai prajurit memang harus siap diberikan tugas apapun, yang menjadi isyarat bahwa dia memang sangat siap untuk menjadi kapolri.

Kelebihan Buwas selanjutnya dan sangat diperlukan oleh presiden adalah keberaniannya. Meskipun dianggap dilindungi oleh Wapres JK, Dirut Pelindo II tidak berarti kebal dari penggeledahan bila diduga ada penyimpangan di ruangannya. Memperhatikan relasi Presiden Jokowi dengan Wapres JK selama ini, pilihan presiden terhadap Komjen Buwas akan meningkatkan dominasi  presiden atas wapres. 

Banyak kebijakan dan kemauan presiden dinilai oleh publik justru tidak didukung oleh wapres, terutama dalam urusan proyek-proyek pemerintah. Wapres dianggap ikut "main proyek" melalui kerabat dan orang-orang dekatnya dengan memanfaatkan posisi wapres yang hanya bisa diintervensi oleh presiden. 

Dengan ditunjuknya Komjen Buwas menjadi kapolri, maka hal ini dianggap akan sangat membantu Presiden Jokowi untuk mengurangi keinginan berbagai pihak yang memiliki kedekatan dengan wapres yang hendak memanfaatkan posisi wapres guna memperoleh keuntungan besar dari proyek-proyek pemerintah. 

Nama Buwas dinilai lumayan "menakutkan" bagi siapapun yang mencoba mendapatkan keuntungan dari proyek-proyek pemerintah dengan cara-cara yang tidak benar, sekalipun mereka adalah kerabat atau memiliki kedekatan dengan orang penting di republik ini.

Komjen Buwas sudah membuktikannya, bahkan sebelumnya diprediksi akan banyak kasus  besar yang akan diungkap oleh Bareskrim andai Komjen Buwas tidak bertukar tempat dengan Komjen Anang Iskandar.

Namun cerita menjadi lain, karena sepertinya dan juga tanpa diperhitungkan sebelumnya, gebrakan Komjen Buwas ternyata juga sangat diperlukan di BNN guna memetakan secara utuh metode yang komprehensif  serta langkah yang tepat  guna meredam peredaran dan penggunaan narkoba yang sudah sangat mengkhawatirkan.

Pihak yang dulunya tidak mendukung Buwas dipindahkan ke BNN kini ikut berbalik mendukung beliau, bahkan sepertinya sangat menyetujui jika Komjen Buwas diberi otoritas yang lebih besar dan jabatan yang lebih tinggi dengan menjadi kapolri.

Akankah Presiden memutuskan memilih menuruti permintaan PDIP, atau beliau tetap menuruti kata hatinya?

Kita akan segera tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun