Setelah melihat-lihat cara pembuatan tenun, aku dan kakekku pulang. Hari sudah mulai gelap karena sang baskara terus menenggelamkan dirinya bersama bena ditengah laut. Seketika membuatku teringat dengan senja di pantai. "Kek mampir pantai yuk, Kek!" Ucapku menunduk takut kakekku menolak ajakanku.
"Tau aja, kakek emang mau ngajak kamu ke pantai untuk lihat matahari tenggelam di laut." Balas kakekku yang membuat wajahku berseri.
Aku dan kakekku memang sangat menyukai senja, sehingga setiap kali aku datang ke sini pasti akan diajak ke pantai kala sore hari untuk melihat senja bersama. Sesampainya di sana aku duduk disalah satu kursi-kursi yang berada di bibir pantai. Hanyut dengan keindahan langit yang merona dan angin sepoi-sepoi yang terus menggoda kulit, hingga membuatku tak sadar jika sang baskara benar-benar pergi dan tergantikan oleh sang indurasmi.
Keesokan harinya...
Sholat subuh baru saja dilakukan secara berjamaah. Rumah kakekku sudah ramai orang yang mempersiapkan beberapa kebutuhan untuk acara nanti malam. Aku yang tidak tau apa-apa hanya melihat dari kejauhan. Tiba-tiba seseorang datang menghampiriku sambil menepuk pundakku. "Gilang." Panggilnya.
Nabila, dia lah yang memanggilku. Salah satu sepupu perempuanku yang paling menyebalkan. "Kamu kapan kesininya?" Tanyanya.
"Kemarin." Jawabku acuh.
"Ohh...iya, nanti malam kamu pasti gak ikutan perang obor, kan?" Tebaknya.
"Sok tau." Balasku sinis.
"Bukan sok tau, tapi emang kenyataannya kayak gitu. Kamu kan takut banget sama yang berbau api, gara-gara dulu pernah jatuh dilubang pembakaran sampah. Hahaha...Gilang-Gilang lucu banget deh kalau inget." Ejek Nabila dengan terus menertawaiku.
Aku pun beranjak dari tempatku, berjalan menuju ruang televisi dan menyalakan benda berbentuk persegi panjang itu. Tiba-tiba kakek datang menghampiriku. "Gilang gak mau gabung sama sepupu-sepupu Gilang yang lain?" Tanya kakek.