Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sawah Jokowi Sampai ke Pedalaman Kalimantan Barat

21 Mei 2016   09:53 Diperbarui: 21 Mei 2016   11:54 3046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kepala desa, kepala dusun dan sejumlah warga yang tanahnya dibuka berbesar hati. Proyek tetap berjalan dilahan mereka. Nanti pihak kelompok tani tersebut akan ikut mengelolanya. Soal pembagian hasil akan dibicarakan kemudian.

Nugal, kegiatan menanam padi ladang tradisional Dayak yang dilakukan secara gotong royong. Lahan ini sebelumnya semak dan hutan yang dibuka dengan cara dibakar untuk dijadikan ladang. Ladang umumnya dikelilingin hutan dan kebun karet warga. II sumber gambar : dokumen pribadi
Nugal, kegiatan menanam padi ladang tradisional Dayak yang dilakukan secara gotong royong. Lahan ini sebelumnya semak dan hutan yang dibuka dengan cara dibakar untuk dijadikan ladang. Ladang umumnya dikelilingin hutan dan kebun karet warga. II sumber gambar : dokumen pribadi
Masukan untuk Presiden Jokowi dan Jajaran yang Berwenang

Berdasarkan pengalaman saya hidup setahun lebih dengan masyarakat Dayak di pedalaman, ada beberapa hal yang bisa disampaikan.

Pertama : Program pencetakan sawah ini sudah baik. Pemerintah pusat mengeluarkan pembiayaan alat berat guna membuka lahan tidur milik warga, bibit, dan bimbingan teknis penanaman. Sementara hasil diserahkan kepada masyarakat setempat. 

Namun yang saya lihat di dusun tersebut, programnya hanya cetak sawah lahan basah. Sementara sebagian besar warga pedalaman punya budaya berladang, yakni menanam padi di lahan tinggi dan kering. Selama ini hanya mengandalkan curah hujan saja.

Dari ngobrol-ngobrol di sana tidak ada (belum ada?) program untuk ladang. Ketika cetak lahan basah (dataran rendah) dilakukan, apakah warga yang hanya punya lahan di dataran tinggi jadi penonton saja? Mereka memang bisa saja ikut kerja dikelompok tani lahan basah, namun sebaiknya program pembukaan sawah juga dinarengi pembukaan ladang dan pembinaan tersendiri.

Masyarakat Dayak di pedalaman memiliki budaya berladang yang sudah turun temurun. Nilai (value) sebuah ladang bagi masyarakat Dayak ‘lebih besar’ dari sawah. Berladang bagi mereka bukan cuma sekedar mendapatkan padi namun memiliki dimensi budaya. 

Di dalam dimensi berladang ada ritual budaya, penghormatan kepada leluhur, kepada tanah dan alam lingkungannya, menjalin kebersamaan dalam adat, dan lain sebagainya. Dimensi itu sebagai identitas diri sebagai Dayak. Ada jargon mereka yakni : “Kalau tidak berladang itu bukan orang Dayak.

Di dusun tersebut, suatu keluarga biarpun secara ekonomi sudah mapan, misalnya pekerjaan utamanya di sektor formal seperti menjadi pegawai negeri, guru, berdagang atau jadi staf di perusahaan perkebunan sawit, mereka tetap mengusahakan membuka ladang walau tidak luas. Bisa jadi kontribusi ekonomi ladang itu tidak besar, namun mereka tetap mengupayakan ada ladang untuk menjaga tradisi, sekaligus identas ke-Dayak-annya.

persiapan kegiatan adat sebelum Nugal dilakukan. Kegitan ini sebagai penghormatan pada leluhur di lahan yang akan ditanami benih padi ladang II Dokumen pribadi
persiapan kegiatan adat sebelum Nugal dilakukan. Kegitan ini sebagai penghormatan pada leluhur di lahan yang akan ditanami benih padi ladang II Dokumen pribadi
Kedua, perlunya dibuat sebuah konsep dan treatmen khusus pada budaya berladang masyarakat Dayak. Treatmen itu meliputi teknis pembukaan lahan sampai pada bimbingan dan penyuluhan bertani ladang. Selama ini masyarakat berladang seolah berjalan sendiri tanpa ada bantuan pemerintah. Berbeda perlakukan dengan petanian sawah.

Ketiga,perlunya kontrol intensif pada proses sosialisasi di masyarakat setempat agar benar-benar paham arah dan tujuan pelaksanaan proyek serta kegunaan bagi mereka. Kesimpangsiuran informasi kebijakan bisa menyebabkan potensi konflik di dalam masyarakat itu sendiri. Beruntunglah pada mis-komunikasi di masyarakat Dayak Dessa masih bisa dilakukan dengan pendekatan Adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun