Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sawah Jokowi Sampai ke Pedalaman Kalimantan Barat

21 Mei 2016   09:53 Diperbarui: 21 Mei 2016   11:54 3046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawah milik warga pedalaman yang dikelola secara tradisional II sumber : dokumen pribadi

 Awal bulan Mei lalu saya ke pedalaman Kalimantan Barat, tempatnya di dusun Rentap Selatan, Kabupaten Sintang. Tempat ini merupakan permukiman suku Dayak Dessa (termasuk dalam Dayak Ibanic group) yang masih ada Rumah Panjangnya. 

Jarak dari kota Pontianak ke Kabupaten Sintang 395 km, kemudian dari Kota Sintang ke dusun tersebut sekitar 60 km. Sekarang untuk mencapainya relatif mudah karena sudah ada akses jalannya. Total waktu saya tempuh 14 jam nyetir sendiri. Tentunya dengan beberapa kali istirahat.

Sudah hampir setahun saya tidak ke dusun itu. Tahun 2014 lalu saya tinggal di Rumah Panjang (Romah Panjai) selama setahun lebih dalam rangka penelitian Budaya Bermukim (etnografis). Kali ini saya datang dalam rangka melengkapi sejumlah data yang kurang, sekaligus silaturahmi dengan warga.

Saat sampai dan naik tangga Pumah Panjang saya disambut Kepala Dusun (Kadus). Kami bersalaman, begitu dengan beberapa warga yang berada di ruang Ruai (semacam selasar besar sebagai ruang bersama). 

Kepala dusun sempat mengatakan ”Pak, bilik bapak diisi juga oleh tamu, ada Jokowi datang ke dusun kita. Nanti saya akan ceritakan, pak”. Saya tertawa karena mengira dia bercanda. Sejak dulu  saya sudah biasa bercanda dengan Pak Kadus tersebut.

Di rumah panjang itu ada bilik (kamar besar) yang diperuntukan bagi para tamu luar yang datang dan menginap ke rumah panjang. Di dalamnya hanya ada ruang besar, dan dapur dan dua buah wc/km. Dulu bilek itu milik seorang warga, namun setelah meninggal dan tidak ada ahli warisnya, maka secara adat disepakati dijadikan Bilek Temuai yakni bilik khusus untuk tamu yang datang menginap. 

Ketika masuk Bilek Temuai terlihat 6 buah kasur gulung dan dua orang sedang istirahat. Saya memperkenalkan diri. Seorang nyeletuk “Oh, ini ya ‘pemilik’ bilik sudah datang." Ternyata mereka sudah mengetahui kedatangan saya sebelumnya. 

Oleh warga Romah Panjai, saya sudah dianggap ‘pemilik’ Bilek Temuai karena menjadi orang paling lama yang tinggal di sana. Dulu pernah ada peneliti dari Spanyol yang tinggal selama 3 bulan, sementara saya setahun lebih. Saya jadi pemecah rekor ! heu heu heu....

Dua orang tadi memperkenalkan diri sebagai pelaksanaan pembukaan lahan sawah. Mereka sudah bekerja sana selama 1 bulan. Ada 4 buah exavator yang mereka bawa dan sedang bekerja di kaki Bukit Rentap. Jadi ada 4 orang rekan mereka yang sedang berada di lapangan, sementara kedua 2 orang itu kebetulan itu sedang balik ke bilik untuk mengambil makanan bagi 4 rekannya yang berada di lapangan.

Saya baru ‘ngeh’, mungkin inilah yang dimaksud pak Kadus soal Jokowi datang ke dusun kita. Saya memang pernah dengar program Jokowi mencetak sekian juta hektar lahan sawah, namun tidak mengikuti beritanya secara detail. Secara jujur saya kaget, tidak mengira proyek pencetakan sawah Jokowi sampai ke dusun itu. Karena letaknya di pelosok, dusun ini 'sudah biasa' tidak ditoleh pembangunan.

Suasana ruang Ruai pada malam hari, warga berkumpul sambil nonton televisi bersama II Dokumen pribadi
Suasana ruang Ruai pada malam hari, warga berkumpul sambil nonton televisi bersama II Dokumen pribadi
Malamnya sambil ngopi kami ngobrol banyak hal dengan Pak Kadus, beberapa operator exavator dan sejumlah warga di ruang Ruai. Saya hanya sebagai pendengar dan penanya saja, karena jujur saja saya tidak banyak tahu informasi proyek Jokowi tersebut. 

“Nah, pak Peb...inilah yang saya maksudkan Jokowi datang ke dusun kita. Warga di sini menyebutnya Sawah Jokowi.” Saya katakan “Kalau Jokowi datang ke Kalbar pasti saya diberi tahu, tapi kali ini kok tidak?" Kami ngakak semua. Heu heu heu!

Jokowi sudah 4 kali datang ke Kalbar. Pertama saat Kampanye Pilpres bareng Megawati, Rano Karno, dan sejumlah petinggi partai. Ketika di Pontianak mereka nongkrong di warung kopi di jalan Gajah Mada. Warung kopi itu tempat biasa saya nongkrong kalau bertemu teman-teman. 

Sebagai catatan, kota Pontianak terkenal dengan warung kopi sebagai budaya urban. Warung kopi selalu ramai, tempat urusan bisnis dan santai dilakukan. Satu lagi, kopinya paling nikmat di dunia!

Terakhir Jokowi datang ke Kalbar 22 maret 2016 untuk meresmikan jembatan Tayan-jembatan terpanjang di Pulau Kalimatan, dan mengunjungi pelaksanaan proyek jalan dan pos perbatasan Indonesia di Entikong, kabupaten Sanggau.

Tanah warga yang dibuka untuk dijadikan sawah. Tanah ini dulunya hutan dan semak bekas ladang tradisional warga II sumber gambar : Dokumen pribadi
Tanah warga yang dibuka untuk dijadikan sawah. Tanah ini dulunya hutan dan semak bekas ladang tradisional warga II sumber gambar : Dokumen pribadi
Sawah Jokowi

Saat ngobrol di ruang Ruai pada malam itu, saya dapatkan beberapa informasi tentang proyek pencetakan sawah. Kemudian esok harinya saat ikut rapat Alokasi Dana Desa (ADD) di kantor Balai Besa saya curi-curi kesempatan buka mbah Googel pakai Blackberry jadul saya yang setia untuk mengetahui pencetakan sawah Jokowi. Di balai desa tersebut sinyal lumayan besar sehingga saya bisa buka internet.

Berdasarkan mbah Google diketahui rencana pencetakan sawah seluas 9 juta hektar melingkupi seluruh Indonesia. Kalbar di tahun 2016 dapat jatah 25 ribu hektar tersebar hanya di 9 kabupaten kota. Untuk kabupaten Sintang dapat alokasi 1000 hektar. 

Pendanaan cetak sawah bersumber dari APBN 2016 dan merupakan program dari Kementerian Pertanian RI yang disebut Upaya Khusus (UPSUS PAJALE). Untuk pembukaan lahan bekerja sama dengan Kementrian Pertahanan, (sumber)

Proyek sawah Jokowi ini mendapat tanggapan pro dan kontra. Pihak yang kontra mempertanyakan masalah kerusakan lingkungan, kepengelolaan, payung undang-undang yang melindungi hingga regulasi yang mengatur program ini secara lebih strategis, dan lain-lain. Sementara yang pro melihatnya sebagai kepedulian pemerintahan Jokowi terhadap petani, ketahanan pangan dan lain-lain, (sumber).

Rapat ADD di balai desa II sumber gambar : dokumen pribadi
Rapat ADD di balai desa II sumber gambar : dokumen pribadi
Sementara dari ngobrol dengan warga di Ruai tersebut saya dapatkan informasi sebagai berikut :

Pelaksaaan pencetakan sawah dibawah tanggungjawab Kementrian Pertahanan. Pihak kontraktor lapangan kontrak dengan Kementrian Pertahanan. Ketika warga menanyakan kenapa Kementrian Pertahanan yang jadi penanggung jawab saya katakan tidak tahu. Saya hanya ingat untuk pembukaan lahan guna pembuatan jalan perbatasan Indonesia-Malaysia juga dibawah naungan Kementrian Pertahanan.

Lahan yang dibuka di dusun merupakan lahan basah, artinya berada di dataran rendah yang bisa dialiri air. Lahan itu harus merupakan satu hamparan, bukan berupa spot-spot terpisah jauh. Ini untuk memudahkan pekerjaan dan koordinasi.

Lahan yang berupa semak dan hutan diameter pohonnya tidak boleh lebih dari 40 cm agar memudahkan pekerjaan alat berat. Bekas tetumbuhan yang ditebang dan digusur alat tidak boleh dibakar. Jadi bekasnya dijadikan jalur (pematang) atau dam kecil di lahan tersebut.

Menurut pihak kontraktor, baru kali ini mereka melaksakan pekerjaan land clearing dibawah naungan Kementrian Pertahanan. Pihak kementrian tersebut sangat tegas dalam pelaksanaan pekerjaan.

Cerita Unik di Dusun

Satu hal unik dari cerita mereka ketika pertama kali. Dusun Rentap Selatan merupakan salah satu dari 4 dusun bagian dari desa Ensaid Panjang. Desa ini mendapat jatah 55 Ha. Untuk kepengelolaan sawah dibentuk 4 kelompok tani. Namun dalam perjalanannya kelompok ini tidak mau mengurusnya karena dianggap tindak menguntungkan. 

Maunya mereka dana pencetakan sawah mereka yang kelola. Sementara ternyata pencetakan sawah dilakukan oleh pihak kontraktor dari pemerintah pusat. Akhirnya pihak aparat desa mengambil alih dan membuat kebijakan memberikan kesempatan kepada warga yang mau tanahnya dibuka sawah. Beberapa warga bersedia. 

Lahan mereka kebetulan dalam dua hamparan luas yang saling berdekatan. Ini sesuai syarat dari yang ditentukan pemerintah pusat. Salah satu bagian dari hamparan itu adalah milik Kepala Dusun dan Kepala Desa.

Tanah itu awalnya hanya berupa hutan dan semak belukar bekas ladang mereka masa lalu. Mereka masih menganut perladangan berpindah. Jadi sudah beberapa tahun tanah itu dibiarkan tumbuh tanaman liar dan pepohonan hutan. Bila sudah waktunya, mereka akan kembali membuka lahan itu menjadi ladang dan kebun.

Menurut kepala desa kebijakan itu diambil sebelum kedatangan kontraktor. Pihak desa sudah berusaha menyakinkan kelompok tani itu, namun mereka tidak bergerak untuk mengurusanya di kecamatan. Agar proyek itu jangan sampai batal masuk di desa. Proyek Jokowi ini harus diselamatkan jangan sampai dipindah ke desa lain, maka pihak desa mengambil kebijakan terbuka kepada warga yang mau.

Awal kedatangan kontraktor, pihak kelompok tani masih tak tak terlalu perduli. Namun setelah beberapa waktu kemudian setelah hamparan lahan sudah terbuka oleh kerja alat Exavator barulah beberapa warga anggota kelompok tani kasak-kusuk. Mata mereka jadi terbuka setelah hasil kerja kontraktor.

Mereka ingin tanahnya juga dibuka. Tapi terlambat, mereka (kelompok tani) tidak punya planning lahan sesuai ketentuan. Mereka tidak mengurusnya. Sementara pihak kontraktor harus terus bekerja sesuai planning yang diberikan pihak desa. Ini berkaitan dengan kontrak dan waktu pelaksaan yang dibebankan kepada mereka.

Akhirnya kepala desa, kepala dusun dan sejumlah warga yang tanahnya dibuka berbesar hati. Proyek tetap berjalan dilahan mereka. Nanti pihak kelompok tani tersebut akan ikut mengelolanya. Soal pembagian hasil akan dibicarakan kemudian.

Nugal, kegiatan menanam padi ladang tradisional Dayak yang dilakukan secara gotong royong. Lahan ini sebelumnya semak dan hutan yang dibuka dengan cara dibakar untuk dijadikan ladang. Ladang umumnya dikelilingin hutan dan kebun karet warga. II sumber gambar : dokumen pribadi
Nugal, kegiatan menanam padi ladang tradisional Dayak yang dilakukan secara gotong royong. Lahan ini sebelumnya semak dan hutan yang dibuka dengan cara dibakar untuk dijadikan ladang. Ladang umumnya dikelilingin hutan dan kebun karet warga. II sumber gambar : dokumen pribadi
Masukan untuk Presiden Jokowi dan Jajaran yang Berwenang

Berdasarkan pengalaman saya hidup setahun lebih dengan masyarakat Dayak di pedalaman, ada beberapa hal yang bisa disampaikan.

Pertama : Program pencetakan sawah ini sudah baik. Pemerintah pusat mengeluarkan pembiayaan alat berat guna membuka lahan tidur milik warga, bibit, dan bimbingan teknis penanaman. Sementara hasil diserahkan kepada masyarakat setempat. 

Namun yang saya lihat di dusun tersebut, programnya hanya cetak sawah lahan basah. Sementara sebagian besar warga pedalaman punya budaya berladang, yakni menanam padi di lahan tinggi dan kering. Selama ini hanya mengandalkan curah hujan saja.

Dari ngobrol-ngobrol di sana tidak ada (belum ada?) program untuk ladang. Ketika cetak lahan basah (dataran rendah) dilakukan, apakah warga yang hanya punya lahan di dataran tinggi jadi penonton saja? Mereka memang bisa saja ikut kerja dikelompok tani lahan basah, namun sebaiknya program pembukaan sawah juga dinarengi pembukaan ladang dan pembinaan tersendiri.

Masyarakat Dayak di pedalaman memiliki budaya berladang yang sudah turun temurun. Nilai (value) sebuah ladang bagi masyarakat Dayak ‘lebih besar’ dari sawah. Berladang bagi mereka bukan cuma sekedar mendapatkan padi namun memiliki dimensi budaya. 

Di dalam dimensi berladang ada ritual budaya, penghormatan kepada leluhur, kepada tanah dan alam lingkungannya, menjalin kebersamaan dalam adat, dan lain sebagainya. Dimensi itu sebagai identitas diri sebagai Dayak. Ada jargon mereka yakni : “Kalau tidak berladang itu bukan orang Dayak.

Di dusun tersebut, suatu keluarga biarpun secara ekonomi sudah mapan, misalnya pekerjaan utamanya di sektor formal seperti menjadi pegawai negeri, guru, berdagang atau jadi staf di perusahaan perkebunan sawit, mereka tetap mengusahakan membuka ladang walau tidak luas. Bisa jadi kontribusi ekonomi ladang itu tidak besar, namun mereka tetap mengupayakan ada ladang untuk menjaga tradisi, sekaligus identas ke-Dayak-annya.

persiapan kegiatan adat sebelum Nugal dilakukan. Kegitan ini sebagai penghormatan pada leluhur di lahan yang akan ditanami benih padi ladang II Dokumen pribadi
persiapan kegiatan adat sebelum Nugal dilakukan. Kegitan ini sebagai penghormatan pada leluhur di lahan yang akan ditanami benih padi ladang II Dokumen pribadi
Kedua, perlunya dibuat sebuah konsep dan treatmen khusus pada budaya berladang masyarakat Dayak. Treatmen itu meliputi teknis pembukaan lahan sampai pada bimbingan dan penyuluhan bertani ladang. Selama ini masyarakat berladang seolah berjalan sendiri tanpa ada bantuan pemerintah. Berbeda perlakukan dengan petanian sawah.

Ketiga,perlunya kontrol intensif pada proses sosialisasi di masyarakat setempat agar benar-benar paham arah dan tujuan pelaksanaan proyek serta kegunaan bagi mereka. Kesimpangsiuran informasi kebijakan bisa menyebabkan potensi konflik di dalam masyarakat itu sendiri. Beruntunglah pada mis-komunikasi di masyarakat Dayak Dessa masih bisa dilakukan dengan pendekatan Adat.

Keempat,Aspek geografis lahan di pedalaman Kalimantan Barat (umumnya sama dengan wilayah lain di Kalimantan) masih diliputi hutan belantara dan berbukit. Hal ini perlu disikapi pemerintah pusat secara arif. Bagi masyarakat Dayak, lahan di hutan yang mereka miliki ‘tidak boleh’ semuanya dibuka untuk ladang walau lahan itu milik mereka. 

Bagi mereka harus ada yang tetap lestari sebagai hutan. Pada umumnya ladang berdekatan dengan kebun karet sedangkan sekelilingnya adalah hutan. Letak satu ladang denga lainnya saling berjauhan, jadi berupa spot-spot diantara hutan dan kebun karet. Tentunya ini menjadi persoalan tersendiri bila dikaitkan dengan konsep proyek pembukaan sawah pemerintah pusat bahwa lahan harus merupakan satu hamparan luas. Berkaitan dengan hal tersebut harus ada penyesuaian konsep dengan kondisi geografis setempat. Ini bisa dibicarakan dengan warga sejak jauh hari.

Ngetau, kegiatan panen padi, dilakukan secara tradisional II Dokumen pribadi
Ngetau, kegiatan panen padi, dilakukan secara tradisional II Dokumen pribadi
Kelima, Keberlangsungan hidup agraris masyarakat Dayak sangat erat dengan Budaya Bermukim mereka (Dwelling Culture). Pemerintah pusat perlu menyesuaikan grand program-nya pada sejumlah kearifan lokal (local wisdom) yang berlaku agar Budaya Bermukim mereka tidak rusak atau hilang. 

Budaya Bermukim ini berguna, selain menjaga identitas diri mereka juga pada dalam nilai-nilai dan tataa cara kehidupan yang dianut, serta sikap terhadap kelestarian lingkungan hidup secara keseluruhan. Semua itu menjadi satu kesatuan pembentuk Budaya Bermukim mereka.

Cukuplah kerusakan alam lingkungan yang sudah terjadi terjadi karena adanya pembukaan lahan perkebunan sawit secara besar-besaran. Pada umumnya oleh investor swasta dengan cara ‘mengambil’ tanah-tanah adat mereka berdasarkan argumentasi 'tanah yang tak bersertifikat adalah milik negara’. Negara memberi kesempatan investor tersebut untuk menguasai tanah, sementara warga menjadi penonton yang tabah.

Semoga tulisan sederhana ini bisa dibaca oleh Jokowi atau jajarannya yang berwenang.

Salam NKRI, Selamat hari Kebangkitan Nasional !

----------------------------

Pebrianov, Bandung 20/5/2016

 

Sumber data pendukung : satu, dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun