Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kutemani Kau Bermimpi Menghujamku, Desol !

4 September 2015   12:03 Diperbarui: 4 September 2015   20:44 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ;http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2015/05/25/545014/670x335/10-jenis-gangguan-tidur-paling-menakutkan-dapat-berujung-kematian.jpg"][/caption] 

Desol, satu momentum tak kau kira.

Duduk aku di tepi ranjangmu. Begitu dekat wajahku di bibir mu yang merah merona. Merekah. Penuh hasrat.

Mungkin takdirku lelaki bangsat.
Kala itu kau bermimpi. Dan ketika malaikat lengah. Dengan kecepatan sejuta tahun cahaya kupunya. Kugumuli kau !
Saat itulah kau jadi megasubordinat jiwaku.
Separuhnya kuselipkan hasrat primitifku.

Marahkah malaikat usai lengahnya? Tidak !

Malaikat sangat fair, Desol !
Dia tahu, saat hasratku berpesta. Luka rindu lalumu kugantikan dengan cinta putihku.

Saat kau melenguh di bibirku, saat itu pula mata malaikat berkaca-kaca. Berpeluk dia dengan iblisku. Mereka larut haru. Tak pernah mereka miliki masa lalu bersanggama dengan masa kini. Membawa masa depan. Seperti kuhadirkan dipembaringanmu.

Mereka haru karena kerinduanku itulah sebuah jiwa yang diberikan Tuhan saat meniup gumpalan patung tanahku.

[caption caption="http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2015/07/31/tatkala-malaikat-dan-iblis-menangis-bersama-55bb644f0ab0bd7f0eeebd12.png?t=o&v=760"]

[/caption]

Desol. !

Dibibir pembaringanmu, lekat aku menatap keindahanmu. Bulu-bulu halus dikeningmu merunduk. Tersipu. Oleh dengus nafasku.
Pori-porimu membuka. Menyedot aura biruku. Dipadamkannya merah bara dendam mu. Merasuk ke serat-serat tubuh.

Kau bergumam. Melenguh. Menggeliat. Berkejat-kejat kepenuhan nikmat. Diantara lukaku di sayatan belati tubuhmu. Aku tak perduli.

Teruslah bermimpi, Desol...
Pecundangi dendam mu di lompatan sequen

Jangan henti hujamkan belati tubuhmu di tubuhku.

Biarkan lendir racun masa lalumu muncrat dari pori-pori. Meleleh dari lipatan selangkanganmu. Saat itulah kau dan aku bergenang darah yang sama. Darah cinta putih tak bertuan. Selain satu pemilik. Kau dan Aku !

 

----

Baca rangkaian fiksi terdahulu ;

Puisi untuk Desol || Bunuh Aku, Pebrianov! || Kubunuh Kau dengan Kelelakianku, Desol! ||Rintih-rintih Palsu Pebrianov || Kunikmati Kemunafikkan Keperempuananmu, Desol! || Pebrianov, Pejantan Basi! || Janji Kematianku pada Desol! || Pebrianov, Mati! 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun