[caption caption="sumber gambar ;http://www.anneahira.com/images_wp/puisi-kematian.jpg"][/caption]
Desol....
Sudah kukira pemberontakanmu. Selalu begitu. Pada rindu lalu, dendammu tak pernah jeda. Menggeliat. Tapi di lensa mataku, dimensinya tak lebih sebuah gelinjang.
Tak perlu aku minta maaf. Karena itu memang panggilan dari diorama bangsatku. Sebuah syahwat di kepenuhan rindu baru.
Seperti janji hidup pada kematian.
Seperti janji kematian pada gerbang surga atau neraka.
Seperti janji surga pada kebahagiaan.
Seperti janji neraka pada siksa.
Selalu begitu. Tanpa waktu. Meruang di keabadian.
Desol !
Kapan tempurung kepalaku akan kau tancapkan belati ? Segera, kah?
Kan kusiapkan panggung untuk kau menari-nari di lingkaran bercak maha kesakitan jasadku. Beralaskan permadani merah. Dari muncratan darahku yang mengering.
Setelah itu apa lagi, Desol?