Humanisme ini yang kadang lepas dari kesadaran guru-guru agama, sehingga mereka lebih fokus pada dogma, ritual, yang membuat anak malah bosan dan meradang, sehingga timbul kekeraskepalaan siswa.
Belum lagi, jika di sekolah perlakuan sistemnya mengutamakan pelajaran-pelajaran ilmu favoritisme. Ilmu agama dikesampingkan. Makin berat tugas guru agama.
Kadang geli ketika melihat guru agama Islam menggunakan peluit dan juga tongkat kecil untuk ngoprak-oprak para siswa masuk ke mesjid karena mau ibadah sholat Jumat. Ketakutan, bukan kesadaran, nanti masih diteriakin lagi menggunakan toa. Siswa dianggap anak kecil, sehingga mereka tidak terima.
Guru agama, sudah seharusnya menciptakan kesukacitaan. Lha mosok agama menakutkan, horor, dan mengerikan. Bagaimana berelasi dengan Tuhan  yang menakutkan demikian bisa terbangun dengan baik dan penuh kesadaran?
Sepanjang di bangku pendidikan belum ada pembicaraan humanisnya guru agama. Â Jangan takut peserta didik ngelunjak. Yakinlah ada karya Allah di sana.
Terima kasih dan  salam  Â
Susy Haryawan
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI