Jika orang tua kog masih duplikasi pakaian dan penampilan tokoh idola, apa iya model demikian itu dewasa dan matang secara psikologis? Jelas tidak, kanak-kanak. Kedewasaan dan kematangan jelas belum bisa diharapkan. Tanda-tanda belum matang jelas nampak dalam beberapa hal
Emosional. Lihat bagaimana dalam menyikapi peristiwa, kejadian, isu, lebih cenderung grusa-grusu, pokoknya bertindak soal konsekuensi nanti dulu. Marah ketika kehendaknya terhalang.Â
Beberapa kali hal itu keluar seolah anak baru gede yang ditolak cintanya. Dalam mengeluarkan pernyataan juga cenderung tendensius dan lepas konteks namun dipaksakan. Orang dewasa tidak demikian, lebih bijak dan berimbang.
Bertindak dan bersikap tanpa pertimbangan matang. Ini bukan semata emosional saja, namun juga menunjukkan sikap tidak dewasa.Â
Orang yang dewasa akan menimbang dengan masak baru berbuat dan mengatakan. Tidak akan mengatakan atau berbuat dan baru berpikir setelah heboh dan ramai.
Sikap bertanggung jawab. Jelas sangat lemah, wajar jika masih  anak-anak, karena memang belum bisa diharapkan pertanggungjawaban moral, namun pribadi dewasa akan menyertakan itu sebagai konsekuensi atas pilihan.Â
Menebarkan kebohongan, kepalsuan, dan hoax namun pura-pura tidak bersalah, merasa benar, dan menuding pihak lain sebagai biang keladi.
Menebar kecemasan, ketakutan, dan sikap saling curiga. Rekam jejaknya susah untuk meyakini apa yang diucapkan itu keluar dari nuraninya. Kepentingan lebih kuat dan itu didukung oleh lingkarannya yang memang lebih kuat memberikan gambaran tersebut.Â
Membesar-besarkan masalah kecil ketika berkaitan dengan rival, namun mengerdilkan persoalan besar jika itu berkaitan dengan kelompok sendiri. Lihat bagaimana mereka hendak mereduksi kasus RS sebagai sebuah kekhilafan dan soal peluru di gedung DPR hingga adanya permintaan kaca antipeluru.
Megalomania. Gambaran diri besar, merasa diri sebagai yang besar. Selain kelainan, ini juga milik anak-anak. Bagaimana anak-anak akan menggambarkan dirinya adalah sangat besar, mampu ini dan itu, namun masih sebatas angan dan bukan faktual.
Menggunakan segala cara demi kemenangan dan kekuasaan semata-mata. Esensi berpolitik sejatinya adalah membangun bangsa ini menjadi lebih baik.Â