Pakaian Bung Karno, cara berpidato yang berapi-api, bahkan corong atau mikrofon pun memilih yang era itu. Apa lagi-lagi itu relevan dengan kekinian, ini soal cara, pakaian, dan alat, bukan soal pemikiran dan kualitas pribadi.
Prabowo dan Donald Trump
Perubahan tokoh idola, mengindentikan dengan pendekatan dan jargon, namun lagi-lagi bukan mengenai kualitas pribadi yang mengembangkan bangsa dan negara.Â
Yang terbesar dan paling jelas adalah mengambil tema kampanye, Make Indonesia Great Again, yang jelas indentik dengan apa yang dikampanyekan oleh Trump dengan Make Amerika Great Again.Â
Melihat gelombang penolakan dan kondisi Amerika yang kacau, apa yang diambil Prabowo jelas menggambarkan pribadi yang labil.Â
Belum mampu menampilkan diri apa adanya. Kepribadian orang yang sudah dewasa. Susah melihat prestasi Trump selaku pemimpin negara, apalagi jika dikaitkan dengan keberadaan Amerika di kancah internasional.
Perselisihan dengan berbagai kepala negara, ide dan wacana pembuatan  tembok pemisah dan akhirnya juga terealisasi, gagasan yang lebih dominan memberikan kecemasan dan ketakutan. Sikap saling curiga satu sama lain. Apakah itu yang hendak  juga diadopsi oleh Prabowo untuk bangsa ini?
Apakah berlebihan jika curiga apa yang terjadi di Amerika itu juga kejadian jika Prabowo menang. Salah satu upaya merebut kemenangan Trump dari Hilarry adalah menebar ketakutan. Trik yang sama diciptakan dalam pilkada DKI Jakarta, siapa pelakunya, jelas sama. Kebersamaan antara DKI dengan koalisi di 2019 identik.
Model fasis yang menggunakan segala cara demi kemenangan jelas terpampang dengan jelas di depan mata. Hampir saja terjadi ketika kisah RS sempat membesar, untuk polisi sigap dan bisa mengatasi dengan baik. Pun begitu masih juga upaya ngeles ke mana-mana masih dilakukan.
Malah jadi bertanya-tanya, jangan-jangan jika menang ataupun kalah, 2024 nanti Prabowo akan menampilkan citra diri sebagai Jokowi. Cara  bicara, blusukan, dan merakyat, serta sederhana. jika itu terjadi, tentu akan heboh dan menarik.
Mengidolakan tokoh besar itu sah-sah saja. Boleh dan wajar, namun hingga usai ABG, jika memasuki usia remaja akhir dan dewasa awal, tokoh idola bukan lagi akan ditiru apalagi duplikasi dalam hal penampilan, dandanan, perilakunya, namun kualitas hidupnya, pemikiran besarnya, tidak lagi pakaian.