Mohon tunggu...
Paulina Sihaloho
Paulina Sihaloho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Aku pelajar SMA Bintang Timur, Pematang Siantar. Aku menulis untuk mengasah dan mempertajam pikiran, serta menjadikan hidupku lebih baik dari hari ke hari.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Anak adalah Maha Guru bagi Dirinya dan Sumber Belajar bagi Teman-Temannya

6 November 2024   16:20 Diperbarui: 6 November 2024   17:14 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau lebih dari 99% sekolah-sekolah yang ada di negeri ini masih menjalankan pola seperti selama ini, walaupun dengan kurikulum yang gonta-ganti, kalau modelnya masih seperti pabrikan (penyeragaman dalam hampir semua hal mulai dari pakaian sampai bahan pelajaran), persis seperti pertanian mono kultur yang ternyata buruk dan berbahaya bagi alam itu sendiri, akan seperti apalah nanti Indonesia ini?

Sistem pendidikan kita melawan kodrat alam dan itu potensial menimbulkan bencana. Alam dengan jelas memperlihatkan pada kita bahwa Ia menjunjung tinggi keberagaman. Iya kan? Kita lihat ada ribuan jenis tumbuhan dan berbagai macam mahluk hidup di Alam ini. Kebayang nggak kalau yang ada adalah keseragaman?

Jadi, kenapa sistem pendidikan kita memaksakan penyeragaman yang justru melibas dan menghancurkan kreativitas yang sudah ada dalam diri setiap manusia begitu ia nongol ke bumi ini? Itu kan yang terjadi? Anak-anak itu, jarang bahkan hampir tidak ada yang tidak cerdas. Terbukti kok dari cara mereka bertanya. Kalau kita perhatikan, semakin lama anak-anak itu berada di bangku sekolah, mereka semakin tidak bisa bertanya. Apa sebabnya? Apakah karena mereka bodoh? Nggak juga kan? Sistem pendidikannya tidak cocok atau tidak kondusif bagi anak-anak itu untuk mengembangkan diri mereka.

Sebagai seorang siswa, dan dengan merenungkan pengalaman saya sejak kecil, saya mengerti apa yang dikatakan oleh Romo Mangun itu: Anak adalah maha guru bagi dirinya, dan sumber belajar bagi teman-temannya.

Sebagai anak kampung saja, yang tinggal di desa, saya bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Romo Mangun itu. Di luar sekolah, ada begitu banyak jenis keagiatan dan pekerjaan yang harus saya kerjakan dan saya harus mempergunakan seluruh kemampuan saya untuk mengatasi berbagai macam tantangan yang riil atau nyata yang sedang saya hadapi. Misal, bagaimana saya dan adek saya harus menyelamatkan diri sepulang sekolah dari penculikan; bagaimana saya dan adek saya harus melarikan diri karena ada segerombolan monyet berada persis di atas pohon di jalan yang harus kami lalui menuju ladang kami yang terletak di dekat hutan.

Di sekolah, kalau hanya duduk saja dari pagi sampai siang, dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun ke tahun, apa yang terjadi? Tantangan macam apa yang saya alami diperlakukan seperti itu? Paling-paling tantangan melawan rasa kantuk dan bosan!

Aneh juga, belajar kok seperti itu? Apa tidak membuat orang malah menjadi lebih bodoh ya? Belajar kok dipaksa duduk selama berjam-jam setiap hari? Apa itu tidak aneh? Kita kan punya kaki, tentu saja fungsinya juga untuk berjalan. Belajar itu harusnya juga banyak melibatkan kaki, berjalan. Kalau nggak, ngapain pula Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan kaki yang porsinya cukup besar pada tubuh manusia?

Aku juga semakin penasaran, bagaimana pula perasaan dan pengalaman teman-teman sebaya atau yang lebih muda dari saya berkaitan dengan sekolah. Apakah mereka bahagia?

Pendidikan itu tentu saja perlu! Tentu saja. Saya ngerti tetapi pendidikan yang seperti apa? Harusnya pendidikan yang ada di Indonesia ini bisa menerjemahkan dan mendesain pola pendidikan yang menjadikan anak itu maha guru bagi dirinya, sumber belajar bagi teman-temannya, seperti kata Romo Mangun itu.

Tetsuko Kuroyanagi, penulis buku Totto Chan, yang adalah pengalaman pribadinya, dikeluarkan berkali-kali dari sekolah-sekolah konvensional. Dia masuk sekolahnya Pak Kobayashi. Di sekolah itu, mereka menerapkan prinsip seperti apa yang dikatakan oleh Romo Mangun, anak adalah maha guru bagi dirinya, dan sumber belajar bagi teman-temannya. Setiap siswa memilih sendiri apa yang mau dia pelajari dan dalami.

Kita meniru model pendidikan Barat yang awalnya didesain untuk memenuhi kebutuhan di era revolusi industri. Artinya, di abad 18 dan 19, bahkan 20, perkembangan dalam dunia industri memerlukan banyak pekerja, buruh. Perusahaan-perusahaan memerlukan tenaga kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun