Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Caranya Menyimak Tanpa Menghakimi

12 Mei 2022   15:23 Diperbarui: 15 Mei 2022   10:32 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu, saya memberikan banyak kesempatan untuk teman yang sangat pendiam untuk berbicara. Jika satu berbicara yang lain mendengarkan dan menyamakan frekuensi. Tidak ada istilah saling rebutan pembicaraan, memotong pembicaraan bahkan sempat menghakimi. 

Ketika mendengar, buang campur tangan pikiran untuk menilai, fokuskan pandangan pada segitiga pada kening bukan pada mata lawan bicara.

Begini Caranya Menyimak Tanpa Menghakimi (sumber : tehsariwangi.com)
Begini Caranya Menyimak Tanpa Menghakimi (sumber : tehsariwangi.com)

Manusia diberi 2 telinga untuk mendengar dan 1 mulut untuk berbicara.

Mendengarkan secara historis dan konseptual telah menjadi seni yang terlupakan dalam proses komunikasi yang masuk akal.

Mengapa banyak bicara sedikit mendengar?

Pertama, tradisi komunikasi barat, berbicara adalah hal yang paling ditekankan dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, berbicara lebih mencolok dibanding mendengar. 

Kedua, berbicara dapat diterjemahkan dalam bentuk tekstual dan kontekstual yang menunjang kebermanfaatan lain. 

Seperti dosen dan guru yang mengajar, ucapannya bisa diterjemahkan dalam bentuk tugas bagi mahasiswa. 

Ketiga, mendengarkan merupakan dimensi reseptif yang melibatkan bagaimana cara pikiran menafsirkan pesan yang disampaikan.

Dewasa ini, dimensi mendengar dan berbicara integral dalam proses komunikasi utamanya penafsiran. Mendengarkan dan berbicara merupakan proses berkesinambungan dalam intersubjektivitas manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun