“Gimana kalau
kita reunian kecil-kecilan? Nanti gue kabarin Melan dan anak-anak lainnya,
supaya pada dateng juga”.
“Mmh, Boleh. Tapi,
nanti jemput gue aja!”.
Seperti umumnya gadis Aristokrat. Selalu mendambakan laki-laki
yang kelak kendaraan mewah dan pangeran yang selalu senantiasa membukakan pintu
untuknya. Ani pun tidak-lah jauh berbeda harapannya.
“Kapan waktunya?
Kalau besok bisa? Nanti kita ketemuan rame-rame sama anak-anak yang lainnya”.
“Bisa. Besok kebetulan
gue ketemuan sama saudara gue.. Anak-nya baru lahiran. Tapi nanti gue kasih
kabar lagi tempatnya dimana.. Berapa nomor loe?”.
“0856********.
Di tunggu kabarnya, nanti malam!”.
“Ok”.
“Bisa, ngga bisa
kasih kabar?!”.
Percakapan itu
telah membuat hati ini begitu bergelora lagi penuh gairah.
Detik
berlalu menit pun segera berganti. Semalaman ini, aku nantikan kabar berita
darinya. Gelisah serta harap-harap cemas berselimut dalam pikiran. Aku
bayangkan segala rentetan peristiwa yang nantinya akan terjadi sewaktu
pertemuan. Setiap perkataan serta tindak-tanduk yang harus aku lakukan dan
tidak boleh aku lakukan. Ke-tajaman imajinasi ini aku peroleh berkat kebiasaanku
menuliskan setiap kejadian penting yang pernah aku alami, pada sebuah buku catatan
kecil. Semakin banyak aku menulis, semakin peka panca indra ini merespon segala
kejadian yang terjadi di sekitarku.
Hampir
pukul sepuluh malam, kabar berita tidak kunjung datang darinya. Berkali-kali
aku sisir kolom inbox massages di
telepon cellular. Tidak ada satu pesan singkat pun di dalamnya. Sampai pada akhirnya,
suatu getaran dari telepon cellularku. Sabaris pesan singkat darinya.