Slow Living Sebuah Dilema Anak Negeri
Slow living yang lagi ngetren sekarang ini adalah gaya hidup yang menekankan pentingnya menghargai waktu, menikmati proses, dan mengurangi kecepatan hidup. Konsep ini muncul sebagai reaksi terhadap gaya hidup modern yang seringkali terburu-buru, stres, dan fokus pada produktivitas.
Prinsip-prinsip slow living antara lain :
1. Menikmati waktu yang ada, tidak terburu-buru, dan fokus pada saat ini.
2. Menghargai proses dan perjalanan, bukan hanya hasil akhir.
3. Mengurangi kecepatan hidup, tidak terlalu banyak melakukan aktivitas sekaligus.
4. Fokus pada kualitas hidup, bukan hanya kuantitas.
5. Menghargai alam dan lingkungan, serta berusaha untuk hidup lebih berkelanjutan.
Beberapa contoh penerapan slow living dalam kehidupan sehari-hari :
1. Makan dengan santai dan menikmati makanan.
2. Berjalan kaki atau bersepeda sebagai alternatif transportasi.
3. Menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman.
4. Membaca buku atau menikmati hobi lainnya.
5. Menghabiskan waktu di alam dan menikmati keindahan alam.
Konon Slow living dapat membantu meningkatkan kualitas hidup, mengurangi stres, dan meningkatkan kebahagiaan.
Katanya pula Slow living dapat membantu dalam beberapa aspek kehidupan :
1. Dengan mengurangi kecepatan hidup dan fokus pada saat ini, Anda dapat mengurangi stres dan merasa lebih tenang.
2. Slow living memungkinkan Anda untuk menikmati waktu yang ada dan fokus .pada hal-hal yang penting, sehingga meningkatkan kualitas hidup.
3. Dengan menghargai waktu dan menikmati proses, Anda dapat merasa lebih bahagia dan puas dengan hidup Anda.
4. Meskipun slow living tidak fokus pada produktivitas, namun dengan mengurangi kecepatan hidup dan fokus pada saat ini, Anda dapat menjadi lebih produktif dan efektif.
5. Slow living dapat membantu Anda mencapai keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan kehidupan pribadi.
6. Dengan menghargai waktu dan menikmati proses, Anda dapat menjadi lebih sadar akan diri sendiri dan kebutuhan Anda.
7. Slow living dapat membantu Anda membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna dengan orang lain.
Benarkah demikian bahwa Slow living dapat membantu kita mencapai hidup yang lebih seimbang, bahagia, dan bermakna.
Slow living memang terkesan bagus. Â Tapi apa mau dikata dalam praktek slow living nyatanya sulit digapai begitu jumlah penduduk di sebuah kota atau daerah membludak. Kita sampai tak bernafas karenanya.
Slow living pada kenyataannya memang sulit untuk diwujudkan dalam lingkungan yang padat penduduk dan sibuk. Meski sejumlah pemikir ada yang menyodorkan beberapa cara untuk mengadaptasi slow living dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di tengah kota yang sibuk.
Mengadaptasi Slow Living di kota yang sibuk menurut sejumlah pemikir :
1. Mulailah dengan melakukan kegiatan slow living yang sederhana, seperti berjalan kaki di pagi hari, bermeditasi selama 10 menit, atau memasak makanan sederhana.
2. Carilah taman atau ruang hijau di dekat tempat tinggal Anda untuk menghabiskan waktu dan menikmati alam.
3. Prioritaskanlah waktu Anda dan fokus pada kegiatan yang penting dan menyenangkan.
4. Gunakanlah teknologi untuk mempermudah hidup Anda, namun jangan terlalu bergantung pada teknologi.
5. Carilah komunitas atau grup yang memiliki minat yang sama dengan Anda untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan.
6. Lakukanlah kegiatan yang menyenangkan dan membuat Anda merasa bahagia, seperti membaca buku, mendengarkan musik, atau melukis.
7. Tetapkanlah batasan waktu dan energi Anda untuk menghindari kelelahan dan stres.
Contoh Kegiatan Slow Living di Kota
1. Berjalan kaki di pagi hari untuk menikmati udara segar dan melihat kota yang masih sepi.
2. Mengunjungi pasar tradisional untuk membeli bahan makanan segar dan menikmati suasana yang lebih santai.
3. Menghabiskan waktu di taman untuk menikmati alam dan melupakan stres.
4. Membuat makanan sendiri untuk menikmati proses memasak dan memiliki makanan yang lebih sehat.
Dengan melakukan kegiatan slow living yang sederhana, konon Anda dapat menikmati hidup yang lebih santai dan bahagia, bahkan di tengah kota yang sibuk
Sayangnya dalam dinamika hidup sehari-hari, tentu tak semua akan sesuai dengan ekspektasi kita. Contoh konkret adalah generasi muda now yang belum tentu sejalan dengan adat-istiadat yang diajarkan ortunya. Maklumlah mereka ditempa di alam modern sekarang yang serba berhitung, tapi celakanya juga yang serba jaim. Karena serba jaim itulah, mereka frequently lupa bahwa itu kurang etis, bahwa itu bukan narasi dari leluhur kita bahwa kita hidup tak boleh lepas dari keluarga besar dst.
Juga kita sadari bahwa UMR di negeri ini belum dapat mendukung hidupnya selama satu bulan penuh, kecuali dari A sampai Z harus dihitung dengan cermat mulai dari sarapan pagi, transportasi ke kantor dst dst. Masalahnya itu tak semua sejalan dengan body language ybs. Bagaimana kalau anak itu malas menyiapkan breakfastnya sendiri, bagaimana kalau ongkos online berapapun tak menyurutkan langkahnya untuk berangkat kekantor, meski dengan harga jitak ketimbang naik angkot rakyat misalnya.
Slow living bukan berarti hidup lamban, tetapi hidup dengan kesadaran penuh akan apa yang benar-benar penting, baik itu untuk kesehatan, hubungan, atau kehidupan sosial. Dengan pendekatan ini, konon tekanan hidup modern bisa lebih mudah dijalani tanpa kehilangan esensi kehidupan itu sendiri.
Bisakah anda meninggalkan kegiatan yang tak perlu tapi perlu sesuai nilai-nilai; meninggalkan body language anda yang mager atau malas, sementara harga pasar di atas langit; bisakah anda tak berlari terbirit-birit karena UMR anda yang tak cukup dan bermasalah itu, dst dst.
Hayyoo ....
Joyogrand, Malang, Mon', Jan' 27, 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI