Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cease Fire : Kemenangan Absurd Hamas dalam Perang Gaza

17 Januari 2025   20:08 Diperbarui: 17 Januari 2025   20:08 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cease Fire  dan kehancuran Gaza. (Sumber : Reuters/Hatem Khaled via bbc.com).

Sebagian pihak membela Hamas, dengan mengklaim kelangsungan hidupnya saja sudah cukup untuk menyebutnya sebuah kemenangan, sedangkan sebagian lainnya mengkritik gerakan tersebut, dengan menyatakan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dibayarkan oleh warga Arab-Palestina merupakan sebuah kekalahan.

Mohammed Imad al-Din, seorang tukang cukur di Gaza yang terpaksa mengungsi ke Khan Younis bersama isteri dan anak-anaknya bersama lebih dari satu juta orang lainnya, mengatakan kepada BBC: "Jika pembunuhan 46.000 orang, pengungsian dan penghancuran merupakan sebuah kemenangan, maka saya berharap para pemimpin Hamas dapat menjelaskan arti kekalahan. "Saya lega, tetapi jelas tidak senang karena masa depan tidak pasti," tukasnya.

Sementara itu, Saifjan Al-Shami, seorang dokter di Universitas Islam Gaza, mengatakan di Facebook dia "terkejut oleh warga Arab-Palestina mana pun, terutama warga Gaza, yang tidak mengakui kemenangan Hamas dan mencemooh mereka yang mengatakan kami menang.

"Ya, Gaza menang, dan Hamas menang. Hei, apakah Anda tahu kriteria kemenangan sebelum Anda berbicara? Anda harus mengintrospeksi diri, patriotisme, dan kesetiaan Anda kepada Gaza. Gaza menang meskipun dibenci oleh para pembenci."

Untuk saat ini masih terlalu dini untuk menilai apakah perang akan berakhir setelah tahap pertama perjanjian gencatan senjata.

Mayoritas warga Gaza merasa suara tembakan akan segera berakhir, tetapi suara penderitaan, penyesalan, dan kesakitan akan terus berlanjut hingga generasi mendatang.

Sungguh membingungkan cara membaca siapa yang kalah dan siapa yang menang dalam perang Gaza itu dilihat dari cara berpikir kelompok terror ini. Apakah memang ideologi yang dicekokkan dunia Arab kepada mereka selama ini sudah menjadi semacam dogma mati yang tidak bisa lagi ditawar bahwa kami orang Arab adalah adalah anak sah Abraham yang berhak atas seluruh tanah Israel sekarang yang dulunya bernama Canaan. Lalu siapakah Israel. Ya, mereka adalah saudara tiri yang tak berhak atas tanah ini. Begitukah cara berpikir dogmatis mati dengan memenggal semua dalil historis tentang tanah tersebut.

Desktipsi di atas mencerminkan dilema kompleks dalam konflik Israel-Arab Palestina, di mana klaim kemenangan atau kekalahan dapat menjadi sangat subjektif, tergantung pada perspektif politik, ideologi, dan pengalaman langsung para pihak yang terlibat. Dalam hal ini, Hamas mengklaim keberhasilan hanya dengan bertahan hidup sebagai organisasi, sementara kenyataan di lapangan menunjukkan kehancuran besar-besaran di Gaza, termasuk kerugian manusia dan infrastruktur yang sangat signifikan.

Ideologi di mana sebagian orang Arab-Palestina meyakini bahwa tanah Israel saat ini seharusnya menjadi milik mutlak mereka sebagai warisan Abraham, memang memiliki akar sejarah dan teologis yang mendalam dalam konteks politik Timur Tengah. Namun, cara pandang seperti ini terkesan kuat mengesampingkan fakta sejarah yang lebih kompleks, termasuk keberadaan Israel sebagai negara yang diakui secara internasional, serta hak-hak sejarah dan agama yang juga dimiliki oleh bangsa Yahudi terhadap tanah tersebut.

Dogma ideologis tersebut dapat berkontribusi pada sikap "mati tawar" terhadap upaya perdamaian. Dalam kasus Hamas, pendekatan dogmatis ini faktanya diperkuat oleh dukungan ideologis dan finansial dari sebagian dunia Arab, yang menggunakan narasi keagamaan dan historis untuk mendukung klaim mereka. Namun, narasi ini justeru memenggal atau mengabaikan fakta historis yang menunjukkan keberadaan bangsa Yahudi di wilayah tersebut sejak zaman kuno, termasuk keberadaan Kerajaan Israel kuno di tanah yang kini menjadi pusat konflik.

Kritik terhadap pendekatan ini mencerminkan keprihatinan sikap dogmatis yang menghalangi proses perdamaian dan menciptakan siklus konflik tanpa akhir. Sementara itu, penduduk sipil di Gaza, seperti yang dikutip dalam laporan tersebut, adalah korban utama dari ideologi yang dipaksakan oleh pemimpin politik atau militan. Situasi ini memperlihatkan kebutuhan mendesak untuk mendekati konflik dengan cara yang pragmatis, menghormati hak-hak kedua belah pihak, dan mencari solusi yang berlandaskan keadilan serta kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun