AS Adidaya Revisionis Sebagaimana Halnya China dan Rusia
Nathan Gardels belum lama ini dalam Noema magazine edisi 10 Januari 2025 menyebut sebuah istilah yang biasanya digunakan oeh Nasionalis Israel yang menyebut klaim Arab-Palestina terhadap tanah Israel sekarang adalah sebuah politik revisionis yang takkan dimaafkan oleh Sejarah. Sekalipun itu diulang milyaran kali agar menjadi kebenaran, tapi tetap saja takkan dimaafkan oleh sejarah.
Nah Revisionisme kali ini digunakan dalam konteks lain oleh negara adidaya Amerika serikat. AS di bawah Trump beberapa saat lagi berupaya mengubah aturan dan norma tatanan dunia yang ada.
Kita selama ini sudah terbiasa mengecam China dan Rusia sebagai pengkhianat utama dalam upaya ini. Sekarang, seperti yang dicatat dengan cermat oleh ilmuwan politik Princeton John Ikenberry, "negara revisionis lain telah muncul untuk menentang tatanan internasional liberal ... yaitu AS di bawah Presiden Donald Trump di Ruang Oval, jantung dunia bebas."
Kita tidak tahu pasti apa yang diharapkan dari negara adikuasa AS yang bergabung dengan poros pergolakan
Revisionisme sebagai fenomena global
Pandangan Nathan Gardels yang mengaitkan istilah "revisionisme" dengan kebijakan AS di bawah Donald Trump menarik karena menggambarkan bagaimana tatanan internasional dapat dipertanyakan bahkan oleh aktor yang sebelumnya dianggap sebagai arsiteknya.
Secara tradisional, revisionisme dalam keadidayaan sebuah negara diasosiasikan dengan negara-negara seperti China dan Rusia yang secara eksplisit menantang tatanan dunia liberal pasca-PD II. Menyebut AS sebagai negara revisionis adalah ironi historis, karena AS telah menjadi salah satu pilar utama dalam membangun dan mempromosikan tatanan tersebut. Namun, di bawah Trump sekarang, kebijakan seperti America First dan melepaskan diri dari perjanjian internasional (Paris Agreement, TPP, dsb.) memang mencerminkan penarikan diri dari peran ini, sekaligus upaya untuk mendefinisikan ulang tatanan yang ada demi keuntungan domestik.
Trumpisme sebagai campuran tanpa ideologi konsisten
Gardels benar dalam menyebut Trumpisme sebagai sesuatu yang tidak konsisten. Ini lebih merupakan respons populis terhadap perubahan demografis, ekonomi, dan geopolitik, daripada ideologi yang terstruktur. Akibatnya, tindakan yang diambil oleh pemerintahan Trump cenderung pragmatis atau oportunis, seringkali tanpa mempertimbangkan dampaknya pada stabilitas internasional jangka panjang.