Keterlibatan aktif Indonesia di forum BRICS, di samping tetap menjaga hubungan baik dengan Barat, mencerminkan pendekatan pragmatis Prabowo dalam menjalankan kebijakan luar negeri Indonesia now, yi mengayuh di antara Brics dan Barat.
Terkait dengan analisis sebelumnya, bagaimana kita melihat niat Indonesia untuk bergabung dengan Brics. Sikap seperti ini jelas tak sejalan sejalan dengan pergeseran geostrategis dunia sekarang sehubungan akan hadirnya Trump dalam tempo dekat ini, dan kian punahnya harapan Ukraina unrtuk masuk Nato dan punahnya harapan dominasi Iran di middle-east sehubungan dengan hancurnya Hamas dan Hezbollah sebagai 2 proksi utamanya di middle-east.
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dapat dilihat dari berbagai perspektif strategis, terutama dalam konteks geostrategi global yang terus berubah.
Kepentingan strategis Indonesia dalam BRICS
Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, peluang kerjasama ekonomi dengan negara-negara besar seperti China, India, dan Rusia meningkat. Hal ini penting untuk memperkuat perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global.
Indonesia berusaha menegaskan posisinya sebagai pemimpin negara-negara berkembang. BRICS menyediakan platform bagi Indonesia untuk memajukan agenda negara-negara selatan, termasuk solidaritas ekonomi dan politik.
Langkah ini juga menunjukkan upaya Indonesia untuk menjalin hubungan erat dengan kekuatan ekonomi non-Barat, terutama di tengah situasi multipolar yang berkembang.
Pergeseran geostrategis global
Jika Donald Trump benar-benar mengimplementasikan ancaman tarif besar-besaran terhadap BRICS, tantangan bagi Indonesia akan meningkat. Bergabung dengan BRICS mungkin memperumit hubungan ekonomi Indonesia-AS, yang tetap menjadi mitra strategis utama.
Dengan melemahnya proksi Iran seperti Hamas dan Hezbollah, fokus geopolitik middle-east beralih ke stabilisasi baru yang lebih mengutamakan hubungan Israel-Arab dan kebijakan pragmatis AS. Hal ini dapat mengurangi tekanan ideologis di kawasan tetapi meningkatkan ekspektasi dari negara-negara Global South untuk menyelaraskan strategi internasionalnya.
Ketidakmampuan Ukraina untuk bergabung dengan NATO atau memanfaatkan dukungan penuh dari Barat menciptakan preseden bagi negara-negara berkembang untuk mempertimbangkan opsi kerjasama non-Barat seperti BRICS. Namun, ini juga mencerminkan risiko bahwa negara-negara BRICS, termasuk Rusia, tidak sepenuhnya dapat diandalkan sebagai mitra.