Strategi diversifikasi BRICS
Upaya negara-negara BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar merupakan respons terhadap dinamika geopolitik dan ekonomi yang berubah.
China sebagai pendorong utama, memiliki alat yang kuat, seperti cadangan devisa besar, ekonomi terbesar kedua dunia, dan sistem pembayaran CIPS. Promosi penggunaan yuan melalui inisiatif Belt and Road dan kerjasama bilateral menunjukkan keseriusan Beijing.
Rusia. Sanksi Barat sejak 2014 telah memaksa Rusia beradaptasi dengan cepat. Moskow memperkuat perdagangan bilateral non-dolar, terutama dengan China, dan mempromosikan Rubel dalam transaksi energi.
India, meskipun berhati-hati karena hubungannya dengan AS, telah menjalin kesepakatan perdagangan bilateral dengan mata uang lokal, seperti dengan UEA, untuk memitigasi risiko dolar dalam ekonomi domestiknya.
Brasil dan Afrika Selatan. Kedua negara ini memiliki peran lebih kecil dalam diversifikasi mata uang dibandingkan tiga negara BRICS lainnya. Namun, mereka tetap berkontribusi pada narasi bersama tentang perlunya sistem keuangan yang lebih multipolar.
Ancaman tarif AS
Langkah Trump mengancam tarif tinggi pada BRICS mencerminkan strategi defensif AS. Ancaman ini bertujuan mencegah pelemahan peran dolar, yang jika terjadi, dapat merusak kemampuan AS untuk menjalankan kebijakan eksternal yang agresif melalui sanksi finansial.
Jika BRICS melanjutkan strategi diversifikasi mereka, dunia mungkin melihat eskalasi ketegangan ekonomi, termasuk perang tarif dan perlombaan devaluasi mata uang.
Meskipun ancaman tarif dapat memukul perdagangan dengan AS, negara-negara BRICS memiliki insentif kuat untuk mempertahankan inisiatif ini. Pengalaman Rusia dengan sanksi menunjukkan bahwa negara-negara besar memiliki kapasitas untuk beradaptasi dan mencari mitra alternatif.