Sementara penegakan disiplin penting untuk menjaga stabilitas partai, langkah ini juga dapat memunculkan persepsi bahwa PDI-P terlalu kaku dalam mengelola perbedaan pandangan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi citra partai di mata publik.
Fenomena kader terbaik mundur
Sudah banyak kader PDIP yang mundur karena sikon internal PDIP yang tidak memungkinkan karier politik mereka berkembang, dan Effendi adalah salah satu contoh menyusul sejak keluarnya Budiman Sujatmiko, Maruarar Sirait dll.
Masalahnya apakah ini semacam political decay di dalam tubuh PDIP atau bagaimana.
Fenomena mundurnya sejumlah kader senior PDI-P, seperti Budiman Sudjatmiko, Maruarar Sirait, dan kini Effendi Simbolon, dapat mencerminkan tanda-tanda "political decay" dalam konteks tertentu. Namun, hal ini juga bisa dilihat sebagai bagian dari dinamika alami dalam organisasi politik besar.
Indikasi political decay
Political decay dalam partai politik biasanya mengacu pada erosi mekanisme internal yang sehat, seperti inklusivitas, keterbukaan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan.
Dalam konteks PDI-P, tanda-tanda yang mengarah ke political decay meliputi :
1. Sentralisasi kekuasaan yang berlebihan
Dominasi Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam pengambilan keputusan telah lama menjadi sorotan. Model kepemimpinan yang terlalu sentralistik dapat menghambat kader lain untuk berkembang, terutama yang memiliki pandangan berbeda atau ambisi politik yang besar. Ini terlihat dari keluhan kader yang merasa bahwa peluang mereka dibatasi oleh struktur hierarkis partai yang kaku.
2. Minimnya ruang untuk perbedaan pendapat