Gencatan Senjata Israel-Hezbollah di Lebanon
Mengutip beberapa fake news Indonesia terkait middle-east seperti detik dan CNN, dikatakan Mayor Jenderal Hossein Salami, Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) menyebut gencatan senjata yang baru diumumkan di garis depan Lebanon sebagai kekalahan strategis bagi Israel.
Salami mengemukakan komentar tersebut dalam sebuah pesan yang ditujukan kepada Sekjen Hezbollah Sheikh Naim Qassem pada 21 Nopember ybl.
Israel gagal mendekati tujuan dan ambisinya, kata komandan tertinggi IRGC tersebut. Dikatakan lebih lanjut gencatan senjata tersebut dapat menjadi awal dari berakhirnya perang Gaza. Fakta Hezbollah memberlakukan gencatan senjata terhadap Israel membuktikan hari-hari rezim tersebut sudah terhitung. Bangsa Iran tidak akan menyia-nyiakan upaya untuk mendukung perlawanan di Lebanon dan Arab-Palestina, tegas komandan tersebut.
Pernyataan Hossein Salami, Panglima IRGC, mencerminkan narasi propaganda yang sering digunakan oleh Iran dan sekutunya untuk memperkuat dukungan terhadap kelompok perlawanan seperti Hezbollah, meskipun bertentangan dengan fakta lapangan. Dengan latar belakang penghancuran signifikan terhadap para pemimpin dan komandan militernya, infrastruktur militer Hezbollah, termasuk terowongan dan jalur pasokan senjata dari Syria, pernyataan Salami tampak sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari kerugian strategis yang dialami Hezbollah dan memotivasi simpatisan mereka.
Pernyataan Salami juga dimaksudkan untuk memperkuat persepsi bahwa Hezbollah tetap menjadi ancaman signifikan terhadap Israel, meskipun secara operasional telah mengalami penurunan kapasitas akibat serangan Israel. Hal ini sejalan dengan strategi Iran yang seringkali menonjolkan perlawanan simbolik, meskipun kenyataannya berbanding terbalik dengan klaim tersebut.
Fakta di lapangan menunjukkan gencatan senjata tidak sepenuhnya merupakan kemenangan Hezbollah atau kekalahan strategis bagi Israel. Gencatan senjata Israel-Hezbollah belum lama ini merupakan langkah pragmatis untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, yang memungkinkan kedua belah pihak mengevaluasi posisi mereka. Dengan menghancurkan persenjataan dan jaringan logistik Hezbollah, IDF telah mencapai tujuan operasionalnya yang terpenting, meskipun narasi dari pihak Iran menyatakan sebaliknya.
Gencatan senjata dengan Hezbollah justeru adalah kepiawaian Bibi dalam menilai sikon terkini. Pertama menunggu Trump dilantik. Kedua menghabisi Hamas yang kini sendirian dibelenggu gencatan senjata dari front Lebanon yang merepotkan itu.
Benjamin Netanyahu ("Bibi") menunjukkan kepiawaian dalam mengambil langkah pragmatis terkait gencatan senjata dengan Hezbollah adalah pandangan yang beralasan. Langkah ini tampaknya mencerminkan strategi jangka panjang untuk mengelola konflik multi-front dan memprioritaskan ancaman yang lebih mendesak.
Beberapa elemen strategis
Menunggu perubahan di Washington
Bibi dipastikan mempertimbangkan keuntungan menunggu pelantikan Donald Trump, yang diyakini memiliki kebijakan lebih pro-Israel dibandingkan administrasi sebelumnya. Ini memberikan Israel peluang untuk mendapatkan dukungan lebih besar dalam langkah-langkah berikutnya di kawasan.
Fokus pada Hamas
Dengan gencatan senjata di front Lebanon, Israel dapat mengalihkan sumberdaya dan perhatian militernya untuk menghadapi Hamas di Gaza. Hamas, yang kini beroperasi tanpa dukungan signifikan dari front lain, menjadi lebih rentan dan dapat ditangani lebih efektif.
Mengelola konflik multi-front
Dengan membekukan eskalasi di perbatasan Lebanon, Israel mengurangi risiko konflik dua front secara bersamaan. Hal ini memungkinkan IDF (Israel Defense Forces) untuk memusatkan kekuatan dan strategi pada prioritas utama tanpa terganggu oleh ancaman signifikan dari utara.
Langkah ini mencerminkan kebijakan realistis Netanyahu yang memahami keterbatasan sumberdaya dan waktu, serta memanfaatkan situasi geopolitik untuk memperkuat posisi strategis Israel. Pendekatan ini juga memberikan Israel ruang untuk mengkonsolidasikan keberhasilan di satu front sebelum menghadapi ancaman lainnya.
Rekam jejak panjang
Israel memiliki rekam jejak panjang dalam menghadapi ancaman lintas negara, termasuk milisi Syiah di Irak dan Syria, serta Houthi di Yaman. Meskipun Israel cenderung menghindari keterlibatan terbuka di wilayah yang jauh seperti Yaman, pendekatan strategisnya terhadap ancaman dari milisi-milisi ini didasarkan pada beberapa faktor.
Ancaman milisi Syiah di Irak dan Syria
Israel telah melakukan serangan udara secara teratur di Syria, menargetkan konvoi senjata Iran, basis milisi, dan fasilitas produksi senjata yang terkait dengan Hezbollah. Jika ancaman dari Irak meningkat, kemungkinan besar Israel akan menggunakan strategi serupa, seperti serangan drone atau serangan udara presisi.
Fokus pada jalur logistik
Jalur pasokan senjata dari Iran melalui Irak dan Syria adalah prioritas utama Israel. Dengan menghancurkan jalur ini, Israel dapat membatasi kemampuan operasional milisi Syiah yang didukung Iran.
Milisi Houthi di Yaman
Houthi memiliki kemampuan rudal balistik dan drone yang dapat menjangkau wilayah Israel, meskipun ini jarang terjadi. Jika ancaman ini meningkat, Israel mungkin bekerjasama dengan Arab Saudi atau Uni Emirat Arab (yang juga memiliki konflik aktif dengan Houthi) untuk menanggulangi ancaman tersebut.
Operasi tidak langsung
Mengingat jarak geografis Yaman dari Israel, operasi langsung kemungkinan lebih jarang dilakukan. Namun, Israel dapat menggunakan sekutunya di kawasan untuk menekan Houthi, termasuk berbagi intelijen dan teknologi pertahanan.
Keterbatasan dan prioritas strategis
Ancaman dari Gaza (Hamas) dan Lebanon (Hezbollah) biasanya diprioritaskan karena kedekatan geografis dan dampaknya terhadap keamanan nasional Israel. Serangan terhadap milisi di Irak, Syria, atau Yaman cenderung hanya dilakukan jika ancaman dianggap langsung dan signifikan.
Konteks Geopolitik
Serangan terbuka terhadap milisi di Irak atau Yaman dapat memperkeruh hubungan dengan Amerika Serikat atau negara-negara Arab di kawasan. Israel cenderung berhati-hati untuk tidak memperluas konflik tanpa alasan kuat.
Bombardemen
Kemungkinan besar, Israel hanya akan meluncurkan serangan terhadap milisi di Irak, Syria, atau Yaman jika ancaman langsung muncul, seperti serangan rudal atau drone terhadap wilayah Israel; Intelijen menunjukkan peningkatan aktivitas transfer senjata atau pelatihan milisi yang dapat mengancam Israel; ada dukungan diplomatik atau operasi koordinasi dengan sekutu, terutama Amerika Serikat atau negara-negara Teluk.
Dalam banyak kasus, Israel akan memilih langkah-langkah proaktif seperti serangan presisi, operasi rahasia, atau kerjasama regional untuk menangani ancaman ini. Israel tidak mungkin melibatkan diri dalam kampanye militer besar-besaran kecuali situasi memaksanya.
Komandan tertinggi IRGC bisa saja berkata Jumawa, tapi dunia sudah melihat Iran sebetulnya sedang meronta-ronta karena ekspektasinya yang melambung tinggi via poros perlawanan tak mempan buat Israel, terlebih kedatangan Trump ke Gedung putih semakin dekat. Jangan-jangan Nuklir Iran nanti akan diamputasi Israel atas persetujuan Trump.
Lihat :
https://www.nytimes.com/2024/11/26/world/middleeast/cease-fire-israel-hezbollah-lebanon.html
Joyogrand, Maqlang, Sat', Nov' 30, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H