Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Donald Trump Terpilih Kembali sebagai Presiden AS

6 November 2024   18:06 Diperbarui: 7 November 2024   04:32 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden AS. (Sumber: Brendan McDermid, reuters.com).

Kembalinya Trump berpotensi memperkuat polarisasi politik di AS, yang sudah cukup intens beberapa tahun terakhir. Namun, hal ini juga menciptakan peluang baru bagi Partai Demokrat dan politisi independen untuk mengkonsolidasikan basis mereka atau untuk mengevaluasi ulang strategi dan daya tarik mereka terhadap pemilih yang mungkin merasa diabaikan.

Kemenangan Trump, akan menjadi babak baru dalam sejarah politik AS yang dinamis. Ini tidak hanya membawa perubahan kebijakan tetapi juga mengukuhkan pengaruh Trump dalam politik Amerika yang mungkin akan berlangsung hingga generasi mendatang. Hasil ini juga akan menjadi titik penting yang diamati oleh dunia internasional dalam mengukur arah hubungan luar negeri AS ke depan ini.

Ucapan selamat dari Bibi

Bibi PM Israel yang pertama kali mengucapkan selamat atas kemenangan Trump. Ini adalah sinyal bahwa di bawah Trump dalam tempo dekat ini, peta geopolitik dunia akan berubah di middle-east. Dunia sudah tahu bagaimana kedekatan Bibi dengan Trump selama ini.

Di bawah Trump-lah lahir Abraham Accord yang kalau tidak disabotase Demokrat dengan kemenangan Biden yang masih tetap kontroversial hingga sekarang bagi Trump dan sebagian Republik. Kita lihat misalnya bagaimana alotnya Saudi untuk mau mengakui bahwa Abraham Accord sangatlah penting dan strategis artinya bagi middle-east dan dunia Arab serta Israel khususnya.

Pernyataan selamat dari Benjamin Netanyahu (Bibi), PM Israel, kepada Donald Trump dapat dilihat sebagai sinyal penting yang berpotensi membawa perubahan besar dalam peta geopolitik middle-east, terutama jika Trump kembali menghidupkan prioritas kebijakan luar negeri yang pernah ia bentuk, termasuk Abraham Accord.

Abraham Accord yang diperkenalkan selama masa jabatan pertama Trump membuka jalan bagi normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan. Jika Trump kembali ke Gedung Putih, ada kemungkinan besar ia akan berusaha memperluas perjanjian ini dengan melibatkan negara-negara Arab lainnya. Saudi, yang menjadi target penting dalam diplomasi Timur Tengah AS, mungkin akan menjadi fokus baru dalam memperluas dampak Abraham Accord.

Kedekatan pribadi dan ideologis antara Netanyahu dan Trump tidak hanya bersifat diplomatik tetapi juga personal. Selama masa jabatan pertama Trump, Netanyahu mendapatkan dukungan signifikan dari pemerintahan AS dalam hal kebijakan-kebijakan utama Israel, termasuk pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem dan pengakuan Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel. Kedekatan ini akan menciptakan dinamika yang sangat berbeda dari kebijakan Biden yang lebih condong pada pendekatan dua negara (two-state solution) dalam penyelesaian konflik Israel-Arab Palestina.

Saudi telah menunjukkan ketertarikan pada Abraham Accord, tetapi di bawah pemerintahan Biden, dukungan untuk normalisasi hubungan dengan Israel relatif lebih lambat. Trump kemungkinan akan mendorong normalisasi ini dengan lebih agresif, memanfaatkan hubungan personal dengan kepemimpinan Saudi.

Jika berhasil, hubungan Saudi-Israel akan memperkuat posisi Israel di kawasan dan menciptakan blok negara-negara yang lebih solid dalam menghadapi pengaruh Iran yang dianggap sebagai ancaman besar oleh keduanya.

Di bawah Trump, AS menerapkan "maximum pressure campaign" terhadap Iran, kebijakan yang melibatkan sanksi ekonomi berat dan upaya untuk membatasi kemampuan nuklir Iran. Jika Trump kembali, kebijakan ini mungkin akan dihidupkan kembali, dengan dukungan Netanyahu, yang juga melihat Iran sebagai ancaman eksistensial bagi Israel. Peningkatan tekanan terhadap Iran bisa memicu ketegangan yang lebih besar di kawasan, tetapi juga menciptakan aliansi strategis baru antara Israel dan negara-negara Arab yang sama-sama waspada terhadap Iran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun