Jika Prabowo benar-benar ingin membangun kembali hubungan erat dengan Rusia, ini bisa dilihat sebagai upaya untuk menghidupkan kembali jejak politik bebas aktif ala Soekarno di era Perang Dingin, ketika Indonesia berusaha menyeimbangkan kekuatan dunia. Saat itu, Soekarno menjalin kerjasama erat dengan Uni Soviet dan blok Timur, yang dilihat sebagai upaya untuk mandiri dari hegemoni Barat.
Prabowo bisa jadi juga sengaja memperlihatkan orientasi baru sejak awal pemerintahannya, dengan memperkuat hubungan dengan Rusia. Kehadiran utusan Putin lebih awal adalah sinyal penting bahwa Indonesia di bawah Prabowo ingin mengambil jarak dari dominasi diplomatik Barat dan AS.
3. Fokus AS pada Prioritas Domestik atau Regional
Mengingat dinamika global yang sedang berlangsung, seperti krisis di Ukraina, konflik Israel-Arab Palestina, atau masalah domestik, AS memutuskan bahwa pelantikan Prabowo di Indonesia tidak menjadi prioritas utama. Ini dapat dimaknai sebagai bukan penolakan total, tetapi lebih karena keterbatasan fokus diplomatik saat ini.
Absennya delegasi tinggi tidak berarti hubungan antara Indonesia dan AS terputus. Hubungan ekonomi dan keamanan bisa tetap berlanjut secara fungsional, walaupun tidak terlihat dalam momentum simbolis seperti pelantikan ini.
4. Pesan Diplomatik dari Prabowo : Menghindari Ketergantungan
Absennya perwakilan AS juga bisa menjadi bagian dari strategi politik Prabowo untuk menegaskan kemandirian diplomasi Indonesia. Prabowo ingin menunjukkan bahwa pemerintahan barunya tidak akan bergantung pada Amerika, dan justru akan membuka ruang bagi kekuatan alternatif seperti Rusia dan China.
Sejalan dengan tradisi politik Indonesia, Prabowo juga berupaya memperkuat politik non-blok yang lebih relevan dalam konteks geopolitik baru. Ini akan memberikan fleksibilitas bagi Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai negara tanpa terikat blok manapun.
Ketidakhadiran perwakilan AS pada pelantikan Prabowo bisa dilihat sebagai bagian dari ketegangan diplomatik atau perbedaan prioritas. Prabowo tampaknya ingin menggunakan momentum ini untuk menegaskan kemandirian politik luar negeri Indonesia dan membuka ruang bagi hubungan baru, khususnya dengan Rusia. Langkah ini bisa dilihat sebagai upaya membangkitkan warisan kebijakan bebas aktif ala Soekarno, dengan fokus pada kemandirian dan diversifikasi aliansi.
Namun, perlu dicermati apakah orientasi ini akan berlangsung konsisten atau hanya sekadar sinyal awal dalam manuver politik jangka pendek.
Joyogrand, Malang, Sat', Oct' 19, 2024.