Yahya Sinwar Jagal Middle-East Kali Ini Tewas Beneran
Pada hari Kamis lalu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengkonfirmasi tewasnya pemimpin Hamas Yahya Sinwar, yang kesohor sebagai otak serangan pada tanggal 7 Oktober di Israel Selatan.
"Yahya Sinwar tewas," tulis IDF di akun resmi X mereka pada Kamis sore.
Hal ini terjadi beberapa jam setelah IDF menyatakan mereka "memeriksa kemungkinan" Sinwar termasuk di antara tiga militan yang tewas dalam baku tembak dengan IDF di Gaza pada hari Rabu.
Yahya Sinwar adalah salah satu pemimpin tertinggi Hamas, organisasi militan yang menguasai Jalur Gaza. Sinwar memiliki reputasi sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dan radikal di Hamas. Ia menjabat sebagai kepala sayap politik Hamas di Gaza dan sebelumnya dikenal karena kiprahnya dalam membentuk serta memimpin kekuatan militer kelompok tersebut, termasuk Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap bersenjata Hamas.
Lahir pada tahun 1962 di Kota Khan Younis, Gaza, Sinwar dipenjara oleh Israel pada 1988 atas keterlibatannya dalam pembunuhan warga Arab-Palestina yang dianggap sebagai kolaborator Israel. Ia dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari pertukaran tahanan untuk membebaskan Gilad Shalit, seorang tentara Israel yang ditawan Hamas.
Sejak kembali ke Gaza, Sinwar malah semakin memperkeras garis politik Hamas dan dianggap berperan penting dalam mengkoordinasi serangan-serangan terhadap Israel, termasuk keterlibatannya dalam perencanaan serangan 7 Oktober 2023.
Kematian Sinwar tak diduga. Ia terluka ketika hendak keluar dari lubang persembunyiannya, dan dihabisi Drone serbu IDF. Barulah setelah DNAnya dicheck oleh Kepolisian Israel. Yang tewas itu benar Sinwar. Apakah tewasnya jagal dari Khan Younis ini mengindikasikan Hamas yang masih bersembunyi di terowongan perlawanannya akan menyerah beserta seluruh sandera Israel yang tersisa.
Kematian Sinwar, yang merupakan tokoh kunci Hamas, memang memberikan pukulan telak bagi kepemimpinan organisasi tersebut. Namun, menyerahnya Hamas dan pembebasan sandera Israel secara menyeluruh masih belum dapat dipastikan. Hamas telah beroperasi dengan struktur kepemimpinan yang tersembunyi dan sistem terowongan bawah tanah yang kompleks di Gaza, yang membuat mereka tetap dapat bertahan meskipun banyak pemimpin mereka tewas atau tertangkap.
Dalam konteks perang gerilya seperti ini, organisasi teror semacam Hamas menyiapkan struktur komando cadangan dan pemimpin pengganti untuk melanjutkan perlawanan. Meskipun kematian Sinwar dapat melemahkan moral dan organisasi Hamas, kemungkinan besar mereka akan terus berjuang selama mereka masih memiliki sumberdaya dan kemampuan bertahan. Selain itu, Hamas dipastikan akan tetap menggunakan sandera sebagai alat negosiasi dalam konflik yang sedang berlangsung.