Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

China Menuju Sistem Ekonomi Sosialis Termaju

6 September 2024   16:35 Diperbarui: 6 September 2024   16:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 The China (Degrowth) Syndrome. (Sumber : aei.org).

Strategi China menghadapi tantangan Demografis

Menghadapi tantangan demografis yang serius akibat penurunan angka kelahiran dan penuaan populasi, China tampaknya beralih ke otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan inovasi teknologi untuk mempertahankan dan meningkatkan ekonominya, terutama di sektor manufaktur. Ini adalah respons terhadap perubahan struktur tenaga kerja, yang kini lebih sedikit jumlahnya dan lebih terdidik.

Dengan jumlah tenaga kerja yang semakin menurun dan semakin terdidik, China fokus pada otomatisasi dan penggunaan AI untuk meningkatkan produktivitas di sektor manufaktur. Contohnya adalah pabrik tanpa lampu (lights-out factories) seperti milik Foxconn di Shenzhen, yang meskipun tidak umum, menggambarkan tren penggunaan robot dan otomatisasi dalam pabrik-pabrik China. Otomatisasi ini memungkinkan manufaktur untuk tetap beroperasi efisien meskipun dengan tenaga kerja manusia yang lebih sedikit.

China telah menjadi pemain utama dalam adopsi teknologi hijau seperti kendaraan listrik, di mana mereka telah mengurangi biaya produksi hingga di bawah US D 10.000 per unit melalui inovasi di sektor manufaktur dan kebijakan subsidi pemerintah. Selain itu, jaringan kereta api berkecepatan tinggi di China menggunakan AI untuk mengelola jadwal keberangkatan dan memitigasi penundaan karena cuaca buruk, menunjukkan bagaimana teknologi cerdas diterapkan untuk mengoptimalkan infrastruktur transportasi.

Dengan populasi lansia yang semakin besar, sistem kesehatan China sedang bertransformasi menjadi salah satu yang paling canggih di dunia, menggunakan data besar dan AI untuk menghasilkan terobosan di bidang kesehatan. Pada tahun 2023, China telah melampaui AS dalam jumlah uji klinis untuk obat baru. Hal ini didorong oleh kebutuhan populasi yang menua dan tingginya angka kasus penyakit seperti kanker, yang mencapai 4,6 juta diagnosis baru setiap tahunnya.

Seiring waktu, sektor bioteknologi China yang selama ini berkinerja kurang baik mulai berkembang. Dengan basis data besar tentang penuaan dan masalah kesehatan lainnya, serta pasar yang sangat besar, China diperkirakan akan menciptakan perusahaan-perusahaan bioteknologi terkemuka dunia, seperti Huawei di bidang teknologi. Perusahaan seperti Insilico Medicine, yang menggunakan teknologi canggih Amerika untuk penelitian medis di China, menunjukkan bagaimana integrasi teknologi global dapat memacu inovasi lokal.

Implikasi ekonomi dan sosial

China tampaknya bersiap untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% per tahun dalam dekade mendatang meskipun terjadi penuaan populasi. Ini akan dicapai melalui ekosistem manufaktur berteknologi tinggi yang digerakkan oleh AI. Namun, ekonomi yang semakin terotomatisasi ini akan ada berdampingan dengan masyarakat yang terasa stagnan, di mana kaum lansia mendominasi lanskap sosial dan budaya. Kaum lansia di China, yang dipantau melalui sistem perawatan kesehatan canggih, akan menjadi bagian dari eksperimen panjang dalam studi penuaan dan perawatan kesehatan.

Pada akhirnya, China mungkin akan terus menjadi kekuatan ekonomi global melalui pengembangan teknologi hijau, otomatisasi manufaktur, dan inovasi dalam perawatan kesehatan, meskipun demografi dan dinamika sosialnya berubah. Kombinasi antara masyarakat yang menua dan terobosan teknologi dapat menghasilkan kontradiksi yang menarik, yi ekonomi yang maju secara teknologi tetapi sosial yang lebih konservatif dan stabil.

Metafora "De-Growth" di Jepang

Metafora "de-growth" yang digunakan untuk menggambarkan Jepang merujuk pada cara negara ini telah beradaptasi dengan dekade pertumbuhan ekonomi yang lambat dan penurunan angka kelahiran. Jepang telah mencapai keseimbangan yang unik di mana pertumbuhan ekonomi tidak lagi menjadi tujuan utama, tetapi kehidupan sehari-hari, komunitas, hubungan antarindividu, dan hobi justru menjadi pusat perhatian. Konsep "de-growth" ini bukan berarti stagnasi dalam pengertian negatif, tetapi lebih pada fokus terhadap kualitas hidup dan keberlanjutan sosial daripada akumulasi kapital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun