Asallah tau, proses referendum 1999 itu sesungguhnya bermasalah. Banyak pihak yang setuju jajak pendapat itu dilakukan dalam situasi yang sangat menegangkan, di mana informasi dan komunikasi dari pihak Indonesia dan kelompok Pro-Integrasi sangat terbatas.Â
Tudingan adanya "money politic" dari PBB dan pengaruh negara-negara seperti AS dan Australia juga merupakan isu kontroversial yang selama ini dinafikan, mengingat keterlibatan kuat kedua negara tersebut dalam mendukung kemerdekaan Timor Timur. Hal ini semakin mempersulit kondisi saat itu, karena tidak semua aspirasi masyarakat Timor Timur tersampaikan dengan bebas dan adil.
Guterres, dalam kapasitasnya sebagai Sekjen PBB saat ini, seharusnya lebih bijak dalam menyeimbangkan narasinya dengan mengakui kompleksitas sejarah dan peran berbagai pihak, termasuk Indonesia, dalam proses menuju kemerdekaan Timor Leste. Ia seharusnya memberikan apresiasi yang lebih holistik terhadap perjalanan panjang dan sulit yang ditempuh, tidak hanya oleh Timor Leste, tetapi juga oleh negara-negara lain yang terlibat, termasuk Indonesia.
Keadilan dalam narasi sejarah adalah penting untuk mencegah pemahaman yang berat sebelah dan untuk mempromosikan rekonsiliasi yang lebih nyata dan berkelanjutan di masa mendatang.
Guterres terbukti rancu soal konflik Israel Vs Arab Palestina. Sampai menit ini PBB di bawah Guterres belum pernah mengutuk genosida yang dilakukan oleh teroris Hamas di Kfar Azza, Israel selatan. Ia malah membiarkan ICC seenak udelnya akan menyeret Netanyahu, bahkan Putin ke Mahkamah Internasional.Â
Betapa mudahnya Guterres diperalat oleh kepentingan yang tak seimbang di middle-east. Maka Israel kini tak terlalu ambil perduli dengan PBB di bawah Guterres. So, bagaimana mungkin kacamatanya dalam melihat masalah Timor Timur bisa seimbang kalau Ia masih menjaga image Portugal di masa lalu di Indonesia.
Yang pasti, PBB di bawah kepemimpinannya belum secara tegas mengutuk aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok seperti Hamas, seperti kasus di Kfar Azza, malah tampak lebih cepat mengeluarkan pernyataan atau tindakan terhadap Israel, misalnya melalui ancaman untuk membawa Netanyahu ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Meski ia berada dalam posisi yang sangat sulit sebagai Sekjen PBB, karena ia harus menyeimbangkan berbagai tekanan politik dan kepentingan dari negara-negara anggota yang memiliki pandangan dan agenda berbeda di Timur Tengah.Â
Namun, kritik yang disinggung di muka bahwa dia cenderung dipengaruhi oleh bias tertentu atau kurang seimbang dalam menangani isu-isu tersebut. Ini bisa membuat beberapa pihak, seperti Israel merasa di bawah kepemimpinannya mereka tidak mendapat perlakuan yang adil dari PBB.
Adapun konteks masa lalunya sebagai PM Portugal saat jajak pendapat Timor Timur pada tahun 1999, bisa memberikan warna tertentu dalam cara Guterres melihat konflik, termasuk bagaimana dia memandang peran Indonesia di masa lalu.Â
Sebagai pemimpin dari negara bekas penjajah Timor Timur, ia memiliki perspektif yang berbeda dalam menilai situasi dan langkah-langkah yang diambil oleh Indonesia saat itu.