5. Visi lain dalam demokrasi
Salah satu alasan mengapa kekuasaan cenderung dikelola dengan cara yang sangat terpusat adalah untuk mencegah munculnya visi alternatif yang mungkin mengganggu tatanan politik yang ada. Dalam demokrasi, seharusnya ada ruang untuk berbagai visi dan perspektif yang berbeda, tetapi ketika kekuasaan terlalu terpusat, ruang tersebut cenderung dipersempit.
6. Implikasi bagi masa depan demokrasi Indonesia
Jika tren ini berlanjut, ada risiko demokrasi di Indonesia akan menjadi lebih terkonsolidasi di tangan beberapa elite politik, dengan partisipasi dan perbedaan pendapat yang semakin terbatas. Ini bisa berujung pada pengulangan sejarah di mana kekuasaan absolut dipertahankan oleh kelompok kecil yang mengendalikan seluruh mekanisme politik, meskipun dalam kerangka demokrasi yang lebih formal.
Secara keseluruhan, fenomena ini menunjukkan meskipun reformasi telah membawa perubahan signifikan, tantangan terbesar bagi demokrasi Indonesia saat ini adalah memastikan kekuasaan tetap terdistribusi secara adil dan tidak terkonsentrasi pada satu kelompok atau koalisi tertentu. Ini memerlukan upaya yang lebih besar untuk memperkuat institusi-institusi demokrasi dan menjaga agar proses politik tetap inklusif dan terbuka untuk berbagai visi dan suara.
Apakah ini kesalahan Presiden Jokowi yang lalai membaca perkembangan demokrasi itu sendiri karena terlalu memperhatikan kritikan-kritikan vulgar dari orang-orang seperti Rocky Gerung, Fadli Zon, Hasto dll yang sebetulnya adalah jubir dari kekuatan-kekuatan politik yang dominan seperti PDIP, Gerindra, Golkar dll.
Ini kompleks tentunya, mengingat dinamika politik yang terus berubah dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Beberapa perspektif untuk memahami situasi ini :
1. Fokus pada kritik publik dan dominasi politik
Jokowi, seperti pemimpin lainnya, tentu harus merespons kritik dari berbagai pihak, termasuk dari para vokalis seperti Rocky Gerung, Fadli Zon, dan Hasto Kristiyanto. Kritik dari mereka seringkali sangat vokal dan bisa dianggap sebagai representasi dari kepentingan partai-partai besar seperti PDIP, Gerindra, dan Golkar. Namun, jika presiden terlalu fokus pada kritik-kritik ini dan mengabaikan suara-suara lain atau dinamika yang lebih mendalam dalam masyarakat, ini bisa menjadi masalah.
Dominasi partai-partai besar ini memang bisa membuat demokrasi terlihat kurang inklusif, dan jika presiden terlalu terpengaruh oleh tekanan dari partai-partai ini, ada risiko keputusan-keputusan yang diambil lebih mencerminkan kepentingan elite politik daripada kebutuhan rakyat secara luas.