Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tarik-ulur Otoritarianisme dan Demokrasi Terbuka

23 Agustus 2024   16:52 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:52 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi kawal keputusan MK pada Kamis,  22-8 ybl. (Sumber : Antonius Aditya Mahendra via  nasional.kompas.com).

5. Visi lain dalam demokrasi

Salah satu alasan mengapa kekuasaan cenderung dikelola dengan cara yang sangat terpusat adalah untuk mencegah munculnya visi alternatif yang mungkin mengganggu tatanan politik yang ada. Dalam demokrasi, seharusnya ada ruang untuk berbagai visi dan perspektif yang berbeda, tetapi ketika kekuasaan terlalu terpusat, ruang tersebut cenderung dipersempit.

6. Implikasi bagi masa depan demokrasi Indonesia

Jika tren ini berlanjut, ada risiko demokrasi di Indonesia akan menjadi lebih terkonsolidasi di tangan beberapa elite politik, dengan partisipasi dan perbedaan pendapat yang semakin terbatas. Ini bisa berujung pada pengulangan sejarah di mana kekuasaan absolut dipertahankan oleh kelompok kecil yang mengendalikan seluruh mekanisme politik, meskipun dalam kerangka demokrasi yang lebih formal.

Secara keseluruhan, fenomena ini menunjukkan meskipun reformasi telah membawa perubahan signifikan, tantangan terbesar bagi demokrasi Indonesia saat ini adalah memastikan kekuasaan tetap terdistribusi secara adil dan tidak terkonsentrasi pada satu kelompok atau koalisi tertentu. Ini memerlukan upaya yang lebih besar untuk memperkuat institusi-institusi demokrasi dan menjaga agar proses politik tetap inklusif dan terbuka untuk berbagai visi dan suara.

Apakah ini kesalahan Presiden Jokowi yang lalai membaca perkembangan demokrasi itu sendiri karena terlalu memperhatikan kritikan-kritikan vulgar dari orang-orang seperti Rocky Gerung, Fadli Zon, Hasto dll yang sebetulnya adalah jubir dari kekuatan-kekuatan politik yang dominan seperti PDIP, Gerindra, Golkar dll.

Ini kompleks tentunya, mengingat dinamika politik yang terus berubah dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Beberapa perspektif untuk memahami situasi ini :

1. Fokus pada kritik publik dan dominasi politik

Jokowi, seperti pemimpin lainnya, tentu harus merespons kritik dari berbagai pihak, termasuk dari para vokalis seperti Rocky Gerung, Fadli Zon, dan Hasto Kristiyanto. Kritik dari mereka seringkali sangat vokal dan bisa dianggap sebagai representasi dari kepentingan partai-partai besar seperti PDIP, Gerindra, dan Golkar. Namun, jika presiden terlalu fokus pada kritik-kritik ini dan mengabaikan suara-suara lain atau dinamika yang lebih mendalam dalam masyarakat, ini bisa menjadi masalah.

Dominasi partai-partai besar ini memang bisa membuat demokrasi terlihat kurang inklusif, dan jika presiden terlalu terpengaruh oleh tekanan dari partai-partai ini, ada risiko keputusan-keputusan yang diambil lebih mencerminkan kepentingan elite politik daripada kebutuhan rakyat secara luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun