Tuduhan genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan dkk terhadap Israel mencerminkan kekhawatiran yang murni dipolitisasi tentang dampak operasi militer Israel di Gaza terhadap populasi sipil Palestina. Mereka tidak melihat bahwa timbangan dimanapun harus seimbang dari kedua sisi. Dan itu harus dilakukan secara adil agar timbangannya dapat dipercaya akal sehat.
Strategi Hamas selama ini yang menggunakan warga sipil sebagai perisai hidup adalah strategi yang sangat kontroversial. Mereka "raja tega" menempatkan warga sipil dalam bahaya besar dan memperumit upaya untuk melindungi mereka selama konflik.
Israel menggunakan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan, untuk mengidentifikasi dan menargetkan pejuang Hamas. Namun, operasi militer Israel bagaimanapun akan menimbulkan korban ikutan yang tak terhindarkan. Kalau sejak awal konflik, Mesir dan Yordania membuka pintu untuk katakanlah antar sesama Arab. Korban sipil tentu takkan ada, dan Hamas akan lebih cepat dilikuidasi oleh IDF.
Beberapa kritik internasional bernada anti-Semitisme mencerminkan sejarah panjang anti-Semitisme di Eropa. Meski, bisa saja didalihkan mengkritik kebijakan pemerintah Israel tidak selalu sama dengan anti-Semitisme. Tapi pada kenyataannya batas antara keduanya menjadi kabur.
Secara keseluruhan, paradoks dalam konflik Israel-Arab Palestina mencerminkan kompleksitas mendalam yang melibatkan sejarah, hukum internasional, hak asasi manusia, dan politik global. Penyelesaian konflik ini memerlukan pendekatan yang komprehensif dan upaya diplomatik yang kuat untuk mencapai perdamaian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Parlemen Israel belum lama ini memutuskan menolak pendirian negara Arab-Palestina di tanah Israel. Mereka sudah muak dengan Arab-Palestina. Mereka ingin aman di tanah legacy nenekmoyangnya sendiri di tanah Israel sekarang.
Garis panjang sejarah tentang eksistensi mereka tentu tak mungkin diputuskan hanya dengan memaksakan penyebutan nama tanah Arab-Palestina di tanah Israel dimana mereka bernegara sekarang.
Penduduk yang disebut Arab-Palestina itu adalah warga ciptaan dunia Arab pada tahun 1920-an, 1940-an dst. Dengan kata lain mereka adalah orang-orang Arab yang didorong ke tanah Israel ketika Inggeris dan Perancis hendak mendekolonisasi daerah itu. Sementara orang Israel sudah dan masih disitu sejak lama, sekalipun minoritas di masa Ottoman maupun di masa kolonial Inggeris.
So, bangsa Israel memang sudah sampai di puncak kesabarannya melihat perangai orang Arab-Palestina yang di mata mereka adalah bar-bar karena menuntut seluruh tanah Israel dan orang Arab-Palestina itu maunya melempar bangsa Israel ke laut.
Penolakan parlemen Israel terhadap pembentukan negara Palestina mencerminkan ketidakpercayaan dan kelelahan yang mendalam terhadap proses perdamaian yang secara keseluruhan gagal total. Banyak warga Israel merasa pendirian negara Arab-Palestina di sebelah mereka akan mengancam keamanan mereka, terutama dengan adanya kelompok-kelompok militan seperti Hamas yang dari A sampai Z bisanya hanya menggunakan kekerasan dan kekerasan dan kekerasan yang tak berkeputusan.