Mahasiswa khawatir kenaikan UKT akan berdampak pada kualitas pendidikan yang mereka terima.
Mereka khawatir dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pembangunan fasilitas, penyediaan sarana prasarana, dan kesejahteraan dosen, malah dialihkan untuk menutupi biaya lain. Hal ini dapat menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
4. Kurangnya komunikasi dan dialog
Mahasiswa merasa kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait kenaikan UKT.
Mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup dan jelas tentang alasan kenaikan UKT dan bagaimana dana tsb akan digunakan.
Kurangnya komunikasi dan dialog antara pihak universitas dan mahasiswa menimbulkan rasa tidak percaya dan memicu aksi protes.
Memperkuat Sistem dan Mekanisme UKT
Pemerintah tidak secara langsung menetapkan UKT di setiap PTN. Kewenangan tsb diberikan kepada masing-masing PTN dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti biaya penyelenggaraan pendidikan, kemampuan finansial siswa, besaran Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOP-PTN) yang diterima dari pemerintah.
Namun, pemerintah memiliki peran dalam mengatur skema UKT melalui peraturan perundangan, seperti Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2021 tentang Besaran Uang Kuliah Tunggal dan Tarif Sumbangan Pengembangan Institusi pada Perguruan Tinggi Negeri
Pemerintah juga memiliki program bantuan keuangan bagi mahasiswa, seperti KIP Kuliah, Beasiswa Bidikmisi, Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (APPT). Kendati demikian, program-program tsb belum sepenuhnya menjangkau seluruh mahasiswa yang membutuhkan.
Kenaikan UKT yang signifikan dan kurang transparan, di saat kondisi ekonomi yang belum stabil, telah memicu aksi protes mahasiswa di berbagai PTN. Mahasiswa menuntut keterlibatan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan terkait UKT, transparansi dalam penggunaan dana UKT, dan jaminan kualitas pendidikan.