Pertemuan Biden-XI : AS tetap Menggunakan Idiom Lama
Joe Biden mengklaim pertemuan puncaknya dengan Xi Jinping belum lama ini telah membawa kemajuan besar, termasuk perjanjian untuk membatasi perdagangan narkotika, memulihkan jalur komunikasi militer, dan mulai membicarakan risiko global yang ditimbulkan oleh AI atau kecerdasan buatan.
Hanya saja setelah lebih dari empat jam perundingan di sebuah rumah mewah di luar San Francisco, pertemuan tersebut tidak membawa AS dan China lebih dekat mengenai nasib Taiwan. Pertemuan kali ini adalah "pertemuan terbesar" kedua negara dan paling berpotensi berbahaya sejauh menyangkut masalah Taiwan.
Biden sendiri berisiko menggagalkan beberapa upaya yang telah dilakukan dalam pertemuan puncak tersebut, dengan memberikan tanggapan spontan terhadap pertanyaan wartawan di akhir konferensi pers, yang mana Biden menegaskan dia masih memandang Xi sebagai seorang diktator, dalam artian dia adalah orang yang menjalankan negara komunis yang didasarkan pada bentuk pemerintahan yang sama sekali berbeda dari kita, demikian Joe Biden.
Tatanan dunia terus berubah, dan isu-isu global seperti perubahan iklim, pandemi, dan keamanan internasional semakin penting. Kerjasama antara negara-negara besar, termasuk China dan AS, sangat penting untuk mengatasi tantangan global ini. Pandangan Biden terhadap Xi Jinping dapat mempengaruhi kemungkinan kerjasama AS-China.
Meski Biden mengkritik Xi Jinping, diplomasi seyogyanya tetaplah menjadi sarana untuk mencari solusi terhadap perbedaan pendapat dan mendorong kerjasama.
Tren global terkait dengan demokrasi dan otoritarianisme juga memainkan peran penting disini. Jika ada pergeseran lebih besar menuju otoritarianisme, pandangan Biden mungkin mendapat dukungan lebih luas. Sebaliknya, jika tren menuju demokrasi di negara-negara totaliter yang diwakili China dan Rusia lebih kuat, pandangan yang kontroversial semacam ini mungkin tak relevan. Terbukti semakin banyak negara berkembang yang sedang mencari jatidiri sekarang merapat ke BRICS yang dirintis China dan Rusia.
Perubahan dalam kebijakan internal China, baik dalam hal hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, atau reformasi politik, dapat mempengaruhi pandangan internasional terhadap rezim China. Indonesia dan Arab Saudi sebagai contoh adalah negara yang rajin berkunjung ke China. Tidaklah mungkin orang mau bertandang ke negeri yang dicengkeram regime represif.
Yang pasti pandangan dan kebijakan luar negeri bisa berubah seiring waktu berdasarkan perkembangan politik dan peristiwa global. Karenanya, relevansi pandangan Biden terhadap Xi Jinping harus dievaluasi secara dinamis sesuai dengan perubahan situasi internasional dan hubungan bilateral.
Dalam perjalanan waktu sistem politik dan ekonomi barat juga terkesan kuat sudah mix, misalnya kaum Demokrat di AS yang pro Hak Asasi Manusia dan Neo Liberalisme. Ini sudah tercampur dengan keaslian sistem barat. Demikian juga regime totaliter seperti China dan Rusia. Meskipun di mata dunia barat mereka terkesan diktatorial, tapi pendekatan perekonomiannya sudah mirip barat, sementara sistem politiknya tetap mengutamakan dewan-dewan rakyat di semua bagian negara.
Ada pemeo, sampai kapan pun barat dan timur takkan ketemu. Mereka hanya perlu berkompromi untuk beberapa hal seperti soal ekonomi dan keamanan dunia.
Sistem politik dan ekonomi di berbagai negara telah mengalami campuran atau modifikasi seiring berjalannya waktu. Sebagian besar negara memiliki sistem yang kompleks dan multifaset, yang mencakup elemen-elemen dari berbagai ideologi dan model pemerintahan.
Meskipun sistem politik Barat, khususnya di AS, didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi liberal, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang terbatas, namun dalam praktik, terjadi variasi besar antar negara Barat. Partai politik di negara-negara Barat sering kali memiliki pendekatan yang berbeda terhadap isu-isu tertentu.
Secara ekonomi, banyak negara, termasuk China dan Rusia, telah mengadopsi unsur-unsur ekonomi pasar dan praktik neoliberal dalam kebijakan ekonomi mereka. Pergeseran ini telah menciptakan ruang untuk kerjasama ekonomi antara negara-negara dengan sistem politik yang berbeda.
Fenomena globalisasi telah mempercepat integrasi ekonomi dan hubungan antarnegara. Negara-negara, terlepas dari sistem politik mereka, saling bergantung satu sama lain dalam berbagai aspek, termasuk perdagangan, investasi, dan pertukaran teknologi.
Terdapatnya perbedaan fundamental dalam sistem politik dan nilai antara Barat dan Timur, hal tersebut tidak selalu berarti ketidakmungkinan adanya titik temu atau kerjasama. Negara-negara dapat menemukan area-area di mana kepentingan bersama memungkinkan untuk kerjasama, seperti dalam isu-isu ekonomi, keamanan global, atau perubahan iklim.
Yang penting sekarang ini adalah bagaimana negara-negara tsb mengelola perbedaan. Inilah ke depan ini yang besar peranannya dalam menentukan tingkat kerjasama global di masa yad.
Kembali ke pertemuan Biden-Xi, masalah Taiwan adalah masalah yang tak lagi simple bisa dicampuri AS dan dunia barat. Ke depan ini entah kapan pun itu satu China akan terwujud. Maka adalah lucu melihat AS masih mempertaruhkan segalanya termasuk memasok persenjataan canggih untuk tetap mempertahankan Taiwan sebagai bagian yang terpisah dari China daratan. Dalam konstelasi kini, jelas pandangan itu terasa sudah ketinggalan zaman.
Isu Taiwan merupakan salah satu konflik yang kompleks dan sensitif dalam hubungan internasional, terutama antara China dan AS. China menganggap Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya, sedangkan Taiwan beroperasi sebagai entitas yang merdeka dan memiliki sistem pemerintahan sendiri.
AS telah mengikuti kebijakan "Satu China" sejak tahun 1979, yang mengakui bahwa hanya ada satu pemerintahan yang sah di China, dan pemerintah di Beijing adalah pemerintah yang sah. Meski demikian, AS juga menjaga hubungan yang dekat dengan Taiwan.
Beberapa pihak berpendapat bahwa campur tangan asing terkait isu Taiwan dapat merusak stabilitas regional dan memicu ketegangan dengan China. Di sisi lain, mendukung demokrasi dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Taiwan juga menjadi argumen bagi mereka yang mendukung campur tangan.
Sayangnya AS memiliki kewajiban melalui Undang-Undang Hubungan dengan Taiwan untuk memberikan dukungan militer dan menjaga kapabilitas pertahanan Taiwan. Dukungan ini melibatkan penjualan senjata dan peralatan militer canggih.
Inilah yang harus dipertimbangkan oleh legislator AS, bagaimana agar ketentuan itu berbunyi lebih diplomatis dan dapat diterima China.
Isu Taiwan dapat berubah seiring waktu dan tergantung pada berbagai faktor politik dan strategis yang sedang berlangsung di dunia.
Dalam kasus Ukraina sekarang. AS diam-diam mulai mengundurkan diri dari sana dan lebih melibatkan diri dengan pertahanan dan keamanan Israel sekarang di middle-east. Bisa jadi Ukraina akan terlepas dari pengaruh barat dan kembali ke pangkuan Rusia sebagaimana halnya Israel sekarang, dimana orang Yahudi kembali ke pangkuan Israel setelah lama terpojokkan oleh istilah yang tak relevan dengan sejarah mereka yi isu Palestina sekarang yang sesungguhnya adalah tuntutan orang-orang Arab yang sama sekali tak ada relasinya dengan tanah Israel 4000 tahun lalu hingga sekarang.
Konflik di Ukraina, khususnya di Donbas dan aneksasi Crimea oleh Rusia pada tahun 2014, telah menciptakan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, termasuk AS. Meskipun AS mengundurkan diri dari beberapa konflik di luar negeri, terutama dengan penekanan pada isu-isu keamanan nasional, konflik di Ukraina tetap menjadi perhatian dunia internasional.
Pandangan AS tentang konflik Ukraina akhirnya berubah sesuai dengan perkembangan baru sekarang.
Sementara AS terus memiliki kepentingan besar di middle-east, khususnya terkait dengan keamanan dan stabilitas. Hubungan AS dengan Israel, yang memiliki dimensi politik, militer, dan ekonomi, telah menjadi fokus penting dalam kebijakan luar negeri AS.
Isu Israel-Palestina adalah konflik yang kompleks dan telah berlangsung selama beberapa dekade. Pandangan mengenai hak tanah dan sejarah sangatlah bervariasi, dan solusi konflik ini menjadi rumit. Dalam perspektif kontroversial terkait Arab-Palestina, AS akhirnya harus juga berubah karena tak mungkin HAM ala barat dapat bertahan di tengah gempuran teror yang ingin mengeliminasi sebuah entitas dalam hal ini Israel dengan mengatasnamakan sebuah agama dengan kenderaan politik bernama Hamas. Apakah dunia harus tetap mengglorifikasi Hamas.
Poin yang juga terasa penting dalam pertemuan Biden-Xi adalah isu iptek. AS seyogyanya tak lagi menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi China, sebab itu sudah tak relevan lagi dengan kondisi sekarang. Itu hanya berarti menghalang-halangi China mencapai kemajuan yang sinifikan dalam sains dan teknologi.
AS sejauh ini menganggap China sebagai pesaing utama dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi dan teknologi. Beberapa langkah yang diambil oleh AS, seperti pembatasan perdagangan dan investasi serta pembatasan akses ke teknologi tertentu, meski dapat dilihat sebagai upaya untuk melindungi keamanan nasional dan mempertahankan keunggulan ekonomi dan teknologi. Itu hanya mengesankan AS tetap berperilaku hegemonis, dimana AS bersikeras agar China melibatkan praktik bisnis yang adil dan melindungi hak kekayaan intelektual, menghindari pencurian teknologi atau pemaksaan transfer teknologi.
Yang sangat diperlukan kedua negara besar itu sekarang adalah meningkatkan kerjasama ilmiah dan teknologi. Misalnya, kolaborasi dalam penelitian ruang angkasa, energi terbarukan, dan penelitian ilmiah lainnya.
Sayang, kebijakan AS dalam hal ini masih bergantung pada perspektif lama yang sudah basi. Beberapa orang berpendapat bahwa membatasi China dalam beberapa bidang dapat merugikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, sementara yang lain berpendapat bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi kepentingan ekonomi dan keamanan nasional AS.
Pandangan tentang relevansi kebijakan ini bervariasi tergantung pada perspektif dan nilai-nilai yang dipegang oleh masing-masing pihak. Dan dalam konteks hubungan internasional, ini mau tak mau tentu harus digeser sesuai dinamika geopolitik dan ekonomi global.
Yang mungkin relevan dengan kondisi sekarang bagi AS dan China adalah masalah Fentanil. Fentanil adalah penting bagi AS dan China, terutama terkait dengan perdagangan obat-obatan terlarang. Fentanil adalah suatu jenis obat sintetis yang sangat kuat dan berpotensi mematikan, dan perdagangan ilegalnya menjadi fokus kerjasama antarnegara dan tindakan penegakan hukum.
AS dan China telah berupaya untuk meningkatkan kerjasama dalam mengatasi perdagangan obat terlarang, termasuk Fentanil. Pada 2019, China menyepakati peningkatan pengawasan terhadap produksi dan ekspor Fentanil dan senyawa terkait.
Isu Fentanil tidak hanya menjadi masalah keamanan nasional tetapi juga masalah kesehatan masyarakat di AS dan di seluruh dunia. Penyalahgunaan Fentanil telah menjadi salah satu penyebab utama overdosis dan kematian terkait narkoba di beberapa negara.
China merupakan produsen utama prekursor kimia yang digunakan dalam produksi Fentanil ilegal. Oleh karena itu, kerjasama antara kedua negara, termasuk pertukaran informasi intelijen dan tindakan penegakan hukum, penting untuk memerangi perdagangan Fentanil.
Perdagangan obat-obatan terlarang, termasuk Fentanil, merupakan isu global. AS dan China bekerjasama dengan lembaga internasional, seperti Badan Narkotika PBB (UNODC), untuk mengatasi tantangan ini secara bersama-sama.
Meskipun ada kesepakatan untuk meningkatkan kerjasama, implementasi kesepakatan tersebut menjadi kunci. Peningkatan transparansi, pertukaran informasi yang lebih cepat, dan tindakan penegakan hukum yang efektif menjadi faktor penting.
Isu Fentanil hanyalah satu aspek dari hubungan yang kompleks antara AS dan China. Meskipun masalah ini menjadi prioritas, tetapi dinamika yang lebih luas antara kedua negara melibatkan berbagai aspek, termasuk perdagangan, teknologi, dan keamanan.
AS sudah harus meninggalkan idiom lama dan sebaiknya fokus pada kerjasama iptek, masalah keamanan dunia dan Fentanil, ketimbang utak-atik perbedaan sistem kedua negara dan utak-atik masalah Taiwan.
Bagaimanapun Geopolitik dunia sekarang ini sudah jauh pergeserannya pasca AS meninggalkan Afghanistan 3 tahun lalu dan setelah perang Ukraina dan teror Hamas 7 Oktober lalu terhadap Israel.
Joyogrand, Malang, Fri', Nov' 17, 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H