Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Ganjar Pranowo Capres PDIP dan Perubahan Total Peta Pilpres 2024

24 April 2023   15:39 Diperbarui: 25 April 2023   15:30 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).  (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

PDIP resmi mengumumkan nama Ganjar Pranowo sebagai Capres untuk Pemilu 2024. Deklarasi pencapresan Ganjar diumumkan oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Jabar, pada Jumat 21 April 2023 ybl.

Pengumuman ini kontan mendapat respon luarbiasa dari para politisi, termasuk tentu di akar rumput yang sejak 2021 sudah lama menggadang-gadang Ganjarlah Capres ideal pengganti Jokowi.

Sementara PDIP beberapa tahun terakhir ini masih menimbang-nimbang sikon masyarakat sekarang setelah gaduh luarbiasa Pilkada DKI Jakarta 2017 Ahok Vs Anies yang berdampak nasional yang telah mempolarisasi bangsa sedemikian rupa antara Cebong dan Kadrun. 

Bermula dari kelompok radikal yang memanipulir ayat-ayat suci dengan tafsir ketat mengkhusus pada penistaan agama terkait isu kepemimpinan sekalipun tidak demikian substansinya. 

Ahok adalah sasaran politik identitas ketika itu. Polarisasi ini semakin dahsyat pada Pilpres 2019 Jokowi Vs Prabowo yang sampai harus ke sidang Mahkamah Konstitusi, bahkan ada acara presiden-presidenan segala di Hambalang.

Meski di penghujung kepemimpinan Jokowi teater politik anak bangsa terkesan sudah mulai adem, khususnya setelah Prabowo diberi kursi Menhan di Kabinet Jokowi. Tapi upaya untuk menarik simpati publik dengan menunggangi agama memang belum banyak berubah. 

Bisa jadi, rakyat pemilih semakin cerdas sekarang ini, tapi para konsultan semacam Eep Syaefulloh Fatah yang dulu memberi rekomendasi politik agar Anies memanfaatkan para pendakwah menjadi juru kampanye di mimbar tempat peribadatan, dipastikan akan tetap menyeruak, sebagaimana pertempuran hatred baru saja tentang boleh-tidaknya Israel ikut U20 di Indonesia.

Toh akhirnya seorang nasionalis seperti Ganjar dan Koster "terpaksa" menolak kehadiran Israel di bumi Indonesia. Mengapa? Ini tentu tak lepas dari strategi partai yang tak ingin sebagian akar rumput yang diprovokasi kalangan radikal akan berbalik menjadi lawan-lawan politiknya. 

Interest group ala Indonesia memang akan tetap seperti ini, sampai ada kepastian perubahan wawasan internasional bangsa ini pada Indonesia Jaya 2045 sebagaimana visi Pemerintahan Jokowi sejak pengukuhan periode keduanya pada 2019 lalu. 

Selaku politisi senior berusia 76 sekarang, Mega tentu telah mengantasipasi arus hatred semacam ini yang bakal dijadikan senjata oleh lawan-lawan politiknya.

Juga yang tak lepas dari catatan kita adalah strategi PDIP bagaimana agar nama besar Bung Karno selaku Proklamator Bangsa step by step dapat pulih kembali  sebagaimana seharusnya. 

Kita tak ingin seperti AS selama 1 dasawarsa terakhir ini misalnya yang menyepelekan arti dan makna perang saudara antara Utara Vs Selatan, antara politisi utara Vs selatan, antara Jenderal Lee (selatan) Vs Jenderal Grant (utara). Maka robohlah semua patung konfederasi, termasuk catatan-catatan penting yang menjadi kausalitas perang saudara tsb. 

AS sekarang adalah ASnya utara yang anti perbudakan. Ini adalah sebuah langkah gegabah untuk menafikan sejarah hanya karena exercise of power yang semakin bersifat pribadi, kelompok dan terlalu mengada-ada antara Demokrat Vs Republik. Itulah sebabnya Jasmerah atau jangan lupakan sejarah adalah strategi jangka panjang yang strategis bagi PDIP.

PDIP di bawah Megawati, meski tak pernah mengakuinya, sejauh ini fokus pada upaya untuk mencapreskan Puan Maharani. Ini semua dalam rangka menjamin agar PDIP terus meniti tangga nasionalisme Indonesia yang menghormati segala keragaman yang ada di dalamnya sebagaimana ajaran Bung Karno. 

Juga yang terpenting bagaimana agar upaya destigmatisasi Soekarno ke depannya akan semakin moncer, khususnya penulisan sejarah yang benar tentang Bung Karno sebagaimana telah dirintis oleh Asvi Warman Adam maupun Taufik Abdullah dari LIPI. Jokowi sudah memulainya meski baru sebagian kecil saja. 

Agenda destigmatisasi yang tersisa masih cukup banyak, seperti "rahasia supersemar", dan "kudeta merangkak ABRI" ketika itu yang didorong-dorong oleh AS via operasi intelijen CIA. 

Semuanya itu tak lepas dari perang dingin antara timur vs barat yang banyak melahirkan perang kotor di belahan dunia manapun, termasuk Indonesia.

Sayang seribu kali sayang, Puan Maharani yang digadang-gadang capres itu ternyata tak berkenan di hati rakyat, bukan karena faktor gender, melainkan oleh faktor penentu yang sangat penting, yi kepemimpinan Puan sendiri. Kemampuan seorang Puan ternyata dinilai buruk oleh publik. 

Tak heran elektabilitasnya tak kunjung terangkat. Meski di internal PDIP beroleh dukungan dari Kubu Kolonel (pro Puan), tapi yang bikin ragu Mega dan publik luas negeri ini adalah munculnya Kubu Kopral (Pro Ganjar) sebagai antitesis Kubu Kolonel.

Dalam kegamangan bodoh seperti ini, ada yang memprediksi Ganjar akan ditarik kubu lain dalam koalisi-koalisian ala Indonesia, seperti Nasdem misalnya yang pernah menawarkan kursi Capres kepadanya, tapi karena gayung tak bersambut, Nasdem kemudian memastikan Anieslah calonnya.

Masih dalam timeline politik PDIP, test lain dilakukan. Ini juga strategi PDIP, yi Jokowi dalam beberapa kesempatan mengendorse Prabowo sebagai Capres 2024. Dalam manuver ini Jokowi seakan mengunggulkan Prabowo, padahal itu hanyalah test on the water. 

Hasil poling menunjukkan tanpa Ganjar memang hanya Prabowolah pilihan publik luas untuk Capres RI 2024. Dalam poling berikut nama Ganjar sempat merosot jadi nomor dua, meski kemerosotan itu tak terlalu drastis.

3 Capres yang pasti  - Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan - dalam Pilpres 2024. Foto : nasional.kompas.com
3 Capres yang pasti  - Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan - dalam Pilpres 2024. Foto : nasional.kompas.com

Sebagaimana diketahui, Ganjar sudah lama digadang-gadang sebagai kandidat capres terkuat. Namanya menjuarai survei elektabilitas berbagai lembaga. 

Angka elektoral Gubernur Jateng itu tembus 20 persen, salip menyalip dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan mengungguli mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Nama Ganjar mulai mengungguli survei elektabilitas berbagai lembaga sejak akhir tahun 2021. Sebelumnya, survei elektabilitas kandidat capres berulang kali dimenangi oleh Prabowo. Sementara, nama Anies nyaris konsisten di urutan ketiga.

Survei Litbang Kompas yang dirilis 18 Oktober 2021 misalnya, memperlihatkan elektabilitas Ganjar dan Prabowo imbang di angka 13,9 persen.

Dari hari ke hari, elektabilitas keduanya merangkak naik. Namun, angka elektoral Ganjar melesat lebih cepat dari Prabowo. Ini tampak dari survei Poltracking yang dirilis 25 Oktober 2021. Survei Poltracking periode tsb mencatat, elektabilitas Ganjar sebesar 18,2 persen.

Sementara, elektabilitas Prabowo tak terpaut jauh yaitu 17,1 persen, lalu Anies Baswedan 10,2 persen. Survei Charta Politika yang dirilis 20 Desember 2021 juga memperlihatkan tren yang sama. Ganjar unggul dengan elektabilitas 30,2 persen. Diikuti Prabowo dengan elektoral 22 hingga 26 persen, lalu Anies dengan elektabilitas 17 hingga 23 persen.

Selama berbulan-bulan, survei elektabilitas capres menunjukkan urutan yang sama. Namun, pada akhir 2022 lalu, elektabilitas Prabowo sempat tersalip Anies. Ini ditunjukkan oleh survei Charta Politika yang dirilis akhir Nopember 2022. 

Saat itu, elektabilitas Ganjar tercatat 32,6 persen. Diikuti oleh Anies dengan elektabilitas 23,1 persen, lalu Prabowo yang elektabilitasnya tak terpaut jauh yakni 22,0 persen. 

Hasil jajak pendapat Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis 21 Desember 2022 juga demikian. Elektabilitas Ganjar tercatat sebesar 26,5 persen, lalu Anies 18,6 persen, dan Prabowo 16,8 persen.

Di awal tahun 2023, Prabowo berhasil menyalip Anies. Dengan demikian, bursa kandidat capres kembali menempatkan Ganjar di urutan pertama, Prabowo di urutan kedua, dan Anies di urutan ketiga. 

Survei Litbang Kompas yang dirilis 22 Februari 2023 mencatat, Ganjar memimpin klasemen bursa capres dengan elektabilitas 23,2 persen. Sementara, Prabowo mencatatkan elektoral 18,1 persen, lalu Anies mengantongi elektabilitas 17,6 persen.

Belakangan elektabilitas Ganjar jeblok. Hasil jajak pendapat LSI mencatat, elektabilitas Ganjar berangsur turun sejak Pebruari 2023. Pada survei Januari 2023, Ganjar mengantongi elektoral 36,3 persen. Angka tsb sedikit turun pada Pebruari 2023 menjadi 35,0 persen. Pada survei April 2023, elektabilitas Ganjar merosot signifikan sekitar 8,1 persen menjadi 26,9 persen.

Di saat bersamaan, elektabilitas Prabowo mengalami kenaikan. Pada Januari 2023, elektoral Ketua Dewan Pembina Gerindra yang Menhan itu menyentuh angka 23,2 persen. Lalu naik menjadi 26,7 persen pada Pebruari 2023, dan melonjak menjadi 30,3 persen pada April 2023. Raihan elektoral tsb menempatkan Prabowo sebagai kandidat capres di urutan nomor satu, menggeser nama Ganjar.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan elektabilitas Ganjar merosot. Salah satunya, sinyal dukungan atau endorsement yang berulang kali dimunculkan Presiden Jokowi terhadap Prabowo. Karena kerapnya Prabowo di-endorse Jokowi, sebagian massa presiden perlahan mulai berpindah ke Prabowo, tak lagi semata-mata di pihak Ganjar.

Selain itu, anjloknya elektoral Ganjar juga disebabkan karena batalnya gelaran Piala Dunia U20 di Tanah Air. Ganjar dituding menjadi salah satu penyebab FIFA mencopot Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 karena sempat lantang menolak kepesertaan Timnas Israel. 

Survei LSI itu sejalan dengan hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia. Menurut survei, elektabilitas Ganjar tercatat 19,8 persen. Angka tsb turun 7-8 persen dari survei sebelumnya. Pada survei periode Maret 2023, elektabilitas Ganjar mencapai 27,7 persen.

Survei yang sama juga mencatat, Prabowo berada di urutan nomor wahid dengan elektabilitas 22,2 persen. Lalu, Anies di urutan ketiga dengan angka elektoral 15,9 persen. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan, turunnya elektabilitas Ganjar ada kaitannya dengan pembatalan Piala Dunia U20 di Indonesia. 

Menurut Burhanuddin, suara Ganjar hanya dominan di kalangan responden yang tidak tahu bahwa FIFA membatalkan status tuan rumah Indonesia untuk Piala Dunia U20 2023. Dengan kata lain, 35 persen pemilih Ganjar dari kalangan mereka yang tidak tahu FIFA sudah membatalkan Piala U-20. Pemilih Ganjar dari basis pemilih Jokowi-Ma'ruf juga sebagian beralih ke Prabowo. 

Meski demikian, pemilih Jokowi-Ma'ruf yang memilih Ganjar masih dominan dengan total suara responden 40 persen. Tetapi, Sebagian, sekitar 28,9%, sudah mulai mengalir ke Prabowo - lih https://tinyurl.com/23bmvjl7

Dalam penantian panjang yang cukup melelahkan itu, akhirnya Ganjar diusung sebagai capres PDI-P untuk Pemilu 2024. Ganjar pun menyatakan kesiapannya untuk maju sebagai calon RI-1 pada pemilu 2024 yad.

Menggunakan strategi last minute, keputusan PDIP itu telah mengubah total kontestasi menuju Pemilu 2024. Parpol mana yang akan merapat dan membentuk koalisi dengan PDIP? Lalu bagaimana langkah yang akan ditempuh partai oposisi?

Pasca Ganjar didaulat jadi capres, Prabowo disarankan jadi cawapres Ganjar. Usul ini datang langsung dari Presiden Jokowi sendiri. Publik juga menilai cocok jika Prabowo berpasangan dengan Ganjar. Tapi apa mau dikata, saran ini ditolak langsung oleh Prabowo.

Jika Prabowo berpasangan dengan Ganjar, potensi menang mutlak sangatlah besar, juga akan terbentuk koalisi besar, yi PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PPP dan partai kecil lainnya. Koalisi ini akan menguasai DPR dan keberadaannya sulit ditantang kelompok oposisi.

Capres 2024 sudah terang benderang hanya 3 pasangan saja, yi Ganjar, Prabowo dan Anies. Jika 3 pasangan berlaga, kemungkinan Pilpres akan berlangsung 2 putaran, karena dengan 3 pasangan capres diprediksi agak sulit untuk mendapatkan suara 50 persen plus 1 yang merupakan syarat kemenangan sebagai presiden terpilih seperti diatur dalam pasal 6A ayat (3) UUD 1945.

Ketiga kontestan Pilpres 2024 tsb dua diantaranya jelas adalah Jokowi Man, yi Ganjar dan Prabowo. Hanya Anies Baswedan yang dianggap mewakili kelompok oposisi.

Wacana koalisi besar, yang melibatkan Gerindra, PKB, Golkar, PAN, dan PPP dengan PDIP, sepertinya mustahil terjadi, mengingat statement politik Gerindra bahwa Prabowo adalah Capres Gerindra yang tak bisa diganggu gugat.

Ketika Ganjar Pranowo dikukuhkan sebagai Capres PDIP dalam Pilpres 2024 oleh Ketum PDIP Megawati Soekarno. Foto : nasional.komas.com
Ketika Ganjar Pranowo dikukuhkan sebagai Capres PDIP dalam Pilpres 2024 oleh Ketum PDIP Megawati Soekarno. Foto : nasional.komas.com

Kemungkinan besar PDIP akan berkoalisi dengan PPP yang saat ini masih menjalin hubungan dengan Golkar dan PAN dalam payung Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Bubarnya KIB hanya berarti kontestasi pilpres 2024 akan mengalami perubahan besar, bisa jadi Golkar dan PAN akan bergabung dalam koalisi besutan Gerindra dan PKB, yi Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Golkar misalnya pasti ngotot mencalonkan Ketumnya Airlangga Hartarto sebagai cawapres. Bergabungnya Golkar ke KKIR membuka peluang Airlangga menjadi pasangan Prabowo dalam Pilpres 2024.

Koalisi dan oposisi sesungguhnya tak ada dalam kamus politik kita, tapi arah reformasi sudah semakin jelas, kedua term itu diperlukan saat ini sebagai bakal konvensi atau kebiasaan dalam berdemokrasi di negeri ini. UUD 45 bersifat terbuka dan tidak tertutup mati begitu saja. Maka diperlukan konvensi untuk ke depan bisa menjadi kebiasaan berdemokrasi di negeri ini.

Bagi PDIP yang meski tanpa koalisi-koalisian dapat maju sendiri, tapi tentu harus kuat di parlemen. Kalau hanya PDIP tanpa koalisi di parlemen, ia malah akan ditantang-tantang oposisi tak habis-habisnya. 

Apabila itu yang terjadi, maka jalannya pemerintahan pastilah tidak efisien. PDIP sebaiknya berkoalisi dengan PPP karena ada Sandiaga Uno yang layak dicawapreskan disitu, ketimbang repot mencawapreskan Mahfud MD yang sekarang sudah berusia 65 tahun. Ganjar yang berusia 54 tahun pasti akan ewuh-pakewuh disini. 

Meski Ganjar bukan termasuk generasi milenial yang berkisar 26-41 tahun, tapi ia pastinya tak lagi segenerasi dengan Mahfud. Sedangkan Sandi yang sekarang berumur berumur 53 tahun. 

Dia akan mudah berkemistri dengan Ganjar. PPP bagi Sandi adalah batu loncatan untuk menjadi cawapres siapapun dalam kontestasi pilpres 2024. Sedangkan Puan Maharani, biarlah kader PDIP yang adalah anak biologis Soekarno ini semakin matang di parlemen, pemerintahan dan teater politik nasional, dan pada 2029 yad Puan diuji lagi elektabilitasnya. 

Jadi, yang penting PDIP sekarang bukan lagi PDIP tempo doeloe yang habis diinjak-injak regime. PDIP sekarang adalah parpol penerus ajaran politik para bapak pendiri bangsa dan konsisten berjalan pada rel klasik Konstitusi 45 dan Pancasila.

Maka kalau ada yang menyoal Ganjar agar bersikap kritis terhadap isu-isu hatred, khususnya Sara, karena Ganjar selama ini terkesan ragu bahkan takut melawan radikalisme dalam rangka pilpres. 

Juga kalau ada yang menyoal kesinambungan arah pembangunan Jokowi. Apakah proyek prestisius IKN di Sepaku, Penajam, Paser utara, Kaltim akan berlanjut atau tidak.

Itu semua harus bisa diakomodir Ganjar dalam kontestasi Pilpres 2024. Kalaupun nanti terbukti lawan tarungnya Prabowo dan Anies akan menggunakan pendekatan radikal dalam kampanyenya, tak perlu khawatir seperti dulu 2017 dan 2019. 

Sejauh Ganjar mampu melancarkan strategi jitu dalam koalisi partai dan jitu dalam menjual cita-cita dan realitas politik sekarang sebagaimana telah disinggung di muka, maka lagu basi hatred seperti itu takkan pernah berhasil mengalahkannya selaku Capres PDIP dan Capres Nasional pada Pilpres 2024 yad.

Joyogrand, Malang, Mon', Apr' 24, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun