Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

PBB dan Perlunya Badan Supra Nasional yang Baru

6 April 2023   17:03 Diperbarui: 11 April 2023   09:45 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dunia perlu Badan Supra Nasional yang baru untuk menghadapi tantangan global ke depan. Foto: globalpi.org

Kekuasaan itu tetaplah di negara bangsa. Sejauh ini belum terlihat bagaimana cara mengatur penggunaan kekuatan pemaksa dapat didelegasikan ke atas ke badan supra nasional. 

Tak heran badan supra nasional jadul tsb tidak berkemampuan untuk mengembangkan kekuatan polisi dan kapasitas penegakan hukumnya sendiri, dan jika Asean dan UE tidak dapat melakukannya, maka demikian pula halnya persekutuan serupa lainnya.

Negara bangsa adalah legitimasi budaya. Negara bangsa tetap menjadi unit politik terbesar yang juga bisa menjadi unit budaya, artinya orang-orang percaya mereka memiliki seperangkat nilai, tradisi, atau narasi sejarah yang sama.

Ilustrasi dunia perlu Badan Supra Nasional yang baru untuk menghadapi tantangan global ke depan. Foto: globalpi.org
Ilustrasi dunia perlu Badan Supra Nasional yang baru untuk menghadapi tantangan global ke depan. Foto: globalpi.org

 Pentingnya narasi bersama ini tidak akan berkurang. Jikapun berkurang karena satu dan lain hal, narasi itu hanya berkurang sedikit tenaganya, sedangkan nasionalisme kembali meningkat. 

Negara itu ada karena orang-orang memiliki rasa identitas mendasar yang membuat warga negara percaya mereka semua adalah bagian dari unit politik yang sama.

Singkatnya kebutuhan politik untuk memiliki institusi yang berkembang yang dapat mengendalikan kekuatan pemaksa dan kebutuhan budaya bagi masyarakat untuk percaya pada institusi kontrol tsb masih berada di tingkat negara bangsa.

Ketika kita ingin mengatasi masalah planet ini seperti krisis Ukraina sekarang, pertama-tama kita harus membuat unit-unit pelaksana di setiap negara bangsa agar bekerjasama, ketimbang mendelegasikan kekuatan koersif atau pemaksa tsb ke badan supra nasional dimaksud.

Dalam The End of History-nya Fukuyama yang sering disandingkan dengan The Clash of Civilization-nya Huntington sebagai teks klasik yang dicoba untuk mengantisipasi berbagai tantangan yang kemungkinan akan dihadapi dalam hubungan internasional pasca perang dingin.

Keduanya haruslah dibaca bersamaan dengan "The Coming Anarchy (1994)" karya Robert Kaplan dan "The Coming Plague (1994)" karya Larie Garrett.

Baik Kaplan maupun Garrett tidak secara langsung terlibat dengan argumen Fukuyama dan Huntington, tetapi keduanya melukiskan gambaran yang sangat berbeda dan sangat profetik tentang tantangan yang akan dihadapi dunia di luar negara bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun